Seni Hidup #1 Bersyukur
Pada dasarnya manusia memang tidak pernah puas termasuk tidak pernah puas dengan pekerjaan yang kita lakukan sekarang. Sehingga kita bersungut-sungut dan mengeluh dengan keadaan kita sekarang seperti layaknya kita adalah orang paling malang sedunia.
Di balik benar atau tidak kutipan cerita dari email yang saya terima hari ini (moga-moga kisah nyata), paling tidak mengingatkan kita supaya kita bersyukur dalam segala hal karena justru sebenarnya ada banyak orang yang lebih susah dari kita yang harus kita tolong (Efesus 5:20). Mengingatkan kita supaya kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan KebenaranNya, yang artinya mengutamakan Tuhan di atas segala hal (Mat 6:33).
Ujung-ujungnya bahwa kita hidup di dunia bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk Tuhan semata.
Soli Deo Gloria…
SUATU SAAT DALAM TAXI
Selamat Membaca, Tuhan memberkati
“Jika kita melakukan sesuatu, lakukanlah semuanya seperti kita melakukan untuk Tuhan”.
“Jika kita melakukan sesuatu, lakukanlah semuanya seperti kita melakukan untuk Tuhan”.
Hari-hari terakhir pekerjaan kantor sangat melelahkan. Tidak ada waktu untuk ‘memanjakan’ diri sendiri. Bahkan saat akan beristirahat pun, segala masalah dan tugas dalam pekerjaan selalu menghantui pikiran. Terus terang saya sudah malas dengan segala keinginan boss-ku. Nyaris setiap hari aku pulang larut malam. Pergi pagi pulang malam. Dari Senin sampai Sabtu. Dan segala pekerjaanku tidak pernah di hargai olehnya. Jadi aku pikir “masa bodoh dengan segala pekerjaan kantor. Aku sudah cape. Terserah deh, nanti jadinya apa. Gua kaga peduli”. Jadi Sabtu kemarin aku habiskan waktu dengan tidurseharian. Membaca buku, menonton televisi, dengar kaset. Laptop yang tegeletak di atas meja tidak aku sentuh sedikit pun. “Masa bodoh” pikirku.
Sendok suapan terakhir telah masuk ke dalam perut. Wah, kenyang juga. Kubenahi segala dokumen yang di butuhkan dan segera keluar kantor mencari taxi. Sudah 5 menit aku menunggu, akhirnya taxi yang kutunggu datang juga.
“Daerah kota pak,” seruku pada supir taxi.
“Kotanya di mana pak?”, dia menimpali.
“Wah, namanya apa yah?” aku sendiri tidak begitu ingat. “Nanti saya tunjukkan jalannya kalau sudah sampai di sana ”
“Baik Pak”. Suasana hening.
Tidak beberapa lama pak supir berkata, “Tadi orang yang pakai taxi ini sebelum Bapak, naik dari Taman Anggrek”.
Dekat amat pikirku. Kantorku ada di daerah Citraland.
“Kok mau sih pak?” ucapku.
“Wah tidak baik menolak rejeki. Kalau Tuhan sudah kasih berkat, masa kita tolak”, ujarnya dengan logat batak yang masih terasa. “Kalo supir lain sih
pasti nolak. Kalau saya, ngak masalah, dekat atau jauh toh berkat dari Tuhan.”
“Wah, berfilsafat dia.”, pikirku.
“Tapi sebenarnya untung juga sih kalau nariknya deket. Tadi saja saya di kasih uang 10.000. padahal argonya ngak sampe 5 rebu. Saya senang juga.
Tapi sebenernya saya ngak tega kalo mesti nolak. Dia kan pasti mau buru-buru. Bagaimana rasanya, sesudah duduk, eh malah saya tolak. Sakit hati kan “.
“Iya juga yah”, pikirku.
Suasana hening kembali.
Kuperhatikan wajahnya dari kaca mobil. Keliahatannya ceria, tidak seperti sopir-sopir taxi yang lain. Yang rata-rata wajahnya cemberut. “Bapak sudah
lama jadi sopir taxi”, tanyaku memecah keheningan.
“Baru empat tahun Pak.”
“Sebelumnya kerja di mana?”
“Dulu saya kerja di perhotelan.”
“Kerja di bagian apa Pak?”
“Manager operasional”
Hah? Tidak salah dengar ? Manager ? Gak mungkin ah.. “Anak buahnya banyak pak?”, tanyaku sedikit menyelidik.
“Ada sekitar 100 orang” “Terus, koq sekarang malah jadi sopir taxi”
“Wah, panjang ceritanya Pak.”
“Oh.”, gumamku dan tidak bertanya lebih lanjut, kelihatannya ada kenangan pahit yang dia alami.
“Biasalah pak korban kena sikut”, ujarnya meneruskan, “Padahal dia teman baik saya. Tidak menyangka dia akan berbuat seperti itu. Tapi buat saya itu ngak masalah. Saya percaya Tuhan pasti akan tetap pelihara saya. Buktinya saya langsung bisa dapat pekerjaan lagi. Walaupun tidak sehebat seperti dahulu. Yah, sudah cukup lah, untuk kebutuhan sehari-hari”.
“Kenapa Bapak tidak mencoba melamar di hotel lain?”
“Nama saya sudah rusak Pak.”
“Pasti karena di fitnah oleh teman baiknya itu”, pikir ku.
Kuperhatikan lagi wajahnya. Tetap ceria seperti tadi. Tidak nampak terbeban.
“Lebih enak jadi sopir atau kerja seperti dulu Pak?”, tanyaku.
“Wah, enak atau enggak tergantung hati kita Pak. Pokoknya kita mesti sadar, bahwa apa yang kita punya saat ini, Tuhan yang memberi. Mengucap syukur
senantiasa. Sukacita bukan datang dari luar, tapi dari dalam diri kita. Jadi kalau ditanya lebih enak mana, dulu atau sekarang, jawabannya yah: dua-duanya. Mau jadi apa aja ngak masalah, yang penting ada rasa syukur, pasti sukacita itu datang dengan sendirinya.”
“Daerah kota pak,” seruku pada supir taxi.
“Kotanya di mana pak?”, dia menimpali.
“Wah, namanya apa yah?” aku sendiri tidak begitu ingat. “Nanti saya tunjukkan jalannya kalau sudah sampai di sana ”
“Baik Pak”. Suasana hening.
Tidak beberapa lama pak supir berkata, “Tadi orang yang pakai taxi ini sebelum Bapak, naik dari Taman Anggrek”.
Dekat amat pikirku. Kantorku ada di daerah Citraland.
“Kok mau sih pak?” ucapku.
“Wah tidak baik menolak rejeki. Kalau Tuhan sudah kasih berkat, masa kita tolak”, ujarnya dengan logat batak yang masih terasa. “Kalo supir lain sih
pasti nolak. Kalau saya, ngak masalah, dekat atau jauh toh berkat dari Tuhan.”
“Wah, berfilsafat dia.”, pikirku.
“Tapi sebenarnya untung juga sih kalau nariknya deket. Tadi saja saya di kasih uang 10.000. padahal argonya ngak sampe 5 rebu. Saya senang juga.
Tapi sebenernya saya ngak tega kalo mesti nolak. Dia kan pasti mau buru-buru. Bagaimana rasanya, sesudah duduk, eh malah saya tolak. Sakit hati kan “.
“Iya juga yah”, pikirku.
Suasana hening kembali.
Kuperhatikan wajahnya dari kaca mobil. Keliahatannya ceria, tidak seperti sopir-sopir taxi yang lain. Yang rata-rata wajahnya cemberut. “Bapak sudah
lama jadi sopir taxi”, tanyaku memecah keheningan.
“Baru empat tahun Pak.”
“Sebelumnya kerja di mana?”
“Dulu saya kerja di perhotelan.”
“Kerja di bagian apa Pak?”
“Manager operasional”
Hah? Tidak salah dengar ? Manager ? Gak mungkin ah.. “Anak buahnya banyak pak?”, tanyaku sedikit menyelidik.
“Ada sekitar 100 orang” “Terus, koq sekarang malah jadi sopir taxi”
“Wah, panjang ceritanya Pak.”
“Oh.”, gumamku dan tidak bertanya lebih lanjut, kelihatannya ada kenangan pahit yang dia alami.
“Biasalah pak korban kena sikut”, ujarnya meneruskan, “Padahal dia teman baik saya. Tidak menyangka dia akan berbuat seperti itu. Tapi buat saya itu ngak masalah. Saya percaya Tuhan pasti akan tetap pelihara saya. Buktinya saya langsung bisa dapat pekerjaan lagi. Walaupun tidak sehebat seperti dahulu. Yah, sudah cukup lah, untuk kebutuhan sehari-hari”.
“Kenapa Bapak tidak mencoba melamar di hotel lain?”
“Nama saya sudah rusak Pak.”
“Pasti karena di fitnah oleh teman baiknya itu”, pikir ku.
Kuperhatikan lagi wajahnya. Tetap ceria seperti tadi. Tidak nampak terbeban.
“Lebih enak jadi sopir atau kerja seperti dulu Pak?”, tanyaku.
“Wah, enak atau enggak tergantung hati kita Pak. Pokoknya kita mesti sadar, bahwa apa yang kita punya saat ini, Tuhan yang memberi. Mengucap syukur
senantiasa. Sukacita bukan datang dari luar, tapi dari dalam diri kita. Jadi kalau ditanya lebih enak mana, dulu atau sekarang, jawabannya yah: dua-duanya. Mau jadi apa aja ngak masalah, yang penting ada rasa syukur, pasti sukacita itu datang dengan sendirinya.”
Wah, jadi malu aku. Aku yang sejak kecil di didik dalam keluarga percaya, masih mengeluh kan pekerjaan yang saya terima. Padahal kalau dibandingkan
dengan sopir taxi, pekerjaan saya jauh lebih enak. Dengan penghasilan yang lebih tinggi tentunya. Tapi, dasar ! Nggak ada ucapan syukurnya. Aku jadi
teringat akan nasehat yang mengatakan “Jika kita melakukan sesuatu, lakukanlah segala sesuatu seperti kita melakukan untuk Tuhan”.
dengan sopir taxi, pekerjaan saya jauh lebih enak. Dengan penghasilan yang lebih tinggi tentunya. Tapi, dasar ! Nggak ada ucapan syukurnya. Aku jadi
teringat akan nasehat yang mengatakan “Jika kita melakukan sesuatu, lakukanlah segala sesuatu seperti kita melakukan untuk Tuhan”.
Hmmm, hari ini aku di sadarkan kan oleh seorang supir taxi. Hari ini aku dikuatkan kembali untuk selalu bersyukur dalam segala hal.
Anak-Ku, Aku tahu bahwa kadang kala begitu menggoda untuk menyerah dalam kehidupan. Kadang kala sulit menemukan alasan untuk terus berusaha. Apa yang membuatmu merasa seperti menerima kekalahan? Sekolah? Nilai? Kawan-kawan? Orangtua? Uang? Perang? Dengarlah, Aku ingin kamumempercayai-Ku dalam hal ini. Meskipun keadaan hidup tampak kacau dari luar, tetapi jika kamu percaya kepada-Ku, ada hal-hal yang tak terlihat terjadi di dalam dirimu. Setiap hari, Aku membuka sesuatu yang baru dan menggairahkan. Masa depanmu akan lebih mengherankan dari apa pun yang dapat kamu bayangkan. Percayalah kepada-Ku, tidak akan sia-sia kamu bertahan karena ada hari depan yang indah menunggumu. Oleh karena itu, bertahanlah dengan gigih.Janganlah menyerah! Aku mempunyai sejumlah kejutan nyata bagimu. Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? (Mat 16:26)
Bapa Engkau Sungguh baik,
Kasih Mu melimpah dihidup ku
Bapa ku berterimakasih, berkatMu hari ini yang Kau sediakan bagi ku
Kasih Mu melimpah dihidup ku
Bapa ku berterimakasih, berkatMu hari ini yang Kau sediakan bagi ku
Kunaikkan syukur ku buat hari yang Kau beri
Tak habis – habisnya, kasih dan rahmatMu
Selalu baru dan tak pernah terlambat pertolonganMu
Besar setia-Mu disepanjang hidup ku.
Tak habis – habisnya, kasih dan rahmatMu
Selalu baru dan tak pernah terlambat pertolonganMu
Besar setia-Mu disepanjang hidup ku.
2 komentar:
Such a wonderful post. Keep posting such a kind of post on your blog. Thanks for the share.
Google android app development
haha..I'm not sure you really mean it..do you actually can read my Indonesian post? it must be so bad if translated using google translate..
Post a Comment