Thursday, December 31, 2009

Memaafkan tanpa melupakan

Kejadian 50:15-21

50:15. Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: "Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."

50:16 Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf: "Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan:

50:17 Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya.

50:18 Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu."

50:19 Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?

50:20 Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

50:21 Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.


Ayat mas hari ini: Kejadian 50:20


Kepada seseorang yang pernah disakiti atau dikecewakan orang lain, kita kerap memberi nasihat seperti ini, “Sudah, lupakan. Yang lalu biarlah berlalu. Tidak usah diingat-ingat. Toh diingat pun tidak ada gunanya.” Sebuah nasihat yang baik dan kedengaran bijak, tetapi sebetulnya tidak tepat. Sebab tidak mungkin kita melupakan kesakitan dan kepahitan yang pernah kita alami. Betapa yang namanya pengalaman buruk, atau “kesakitan” yang ditimbulkan orang lain pada masa lalu tidak bisa kita hapus dari ingatan kita. Itu sudah menjadi sejarah hidup kita. wink


Yang bisa kita lakukan bukan melupakannya, melainkan mengingatnya dengan cara baru. Bukan menghapusnya dari ingatan kita, tapi memaknainya dari sudut pandang iman. Inilah yang dilakukan oleh Yusuf. Ia pernah begitu dibenci saudara-saudaranya. Mereka menganiaya, bahkan menjualnya sebagai budak. Ia kemudian bekerja di rumah Potifar. Difitnah oleh istri Potifar, lalu dipenjarakan. Sampai akhirnya ia menjadi orang penting di negeri Mesir. Namun, Yusuf tidak membenci dan menyimpan dendam pada saudara-saudaranya. Saat mereka datang dalam posisi sebagai orang-orang yang meminta pertolongan, Yusuf menerimanya dengan tangan terbuka. Padahal, sebagai orang yang sangat berkuasa di Mesir, Yusuf bisa saja membalas perlakuan buruk mereka terhadapnya dulu.

Yusuf tidak melupakan perbuatan buruk saudara-saudaranya di masa lalu. Ia melihatnya dengan cara baru dari sudut pandang Allah. Ia bekata, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” (ayat 20). Dan, pengampunan pun terjadi. happy0062

Penting sekali mengingat setiap kepahitan dari sudut pandang Allah, supaya kita tidak terjebak dalam kemarahan yang tak berujung afro

Penulis: Ayub Yahya - www.renunganharian.net

Categories: , ,

0 komentar:

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑