Thursday, October 20, 2011

Firman itu Tidak Efektif

Bacaan : Markus 4:1-20.

Maaf kalau agak konfrontatif judulnya. Tapi ini yang terlintas di pikiran saya, saat saya merenungkan satu perikop dari Markus ini. Perumpamaan yang sangat terkenal pastinya, anak sekolah minggu juga pasti tau (saya ga pernah ikut sekolah minggu lho ..).
Perumpamaan tentang seorang penabur judul perikop ini. Mengenai seseorang yang menaburkan benih dan jatuh di 4 jenis tempat. Pinggir jalan, tanah yg berbatu, diantara semak duri dan tanah yang subur. Artinya juga sudah sangat kita kenal bersama. Benih itu adalah Firman dan untuk lebih OKnya, mari kita gunakan penjelasan asli dari Tuhan Yesus :

Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka.
Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira,tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad.
Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu,lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah
Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat."

Disinilah saya berpikir bahwa Firman itu tidak efektif. Untuk apa benih itu ditaburkan di lahan yang dilihat sekilas saja sudah pasti kecil kemungkinan tumbuhnya? (saya memakai sudut pandang perbandingan langsung dan menyeluruh). Si Penabur itu jelas-jelas menyia-nyiakan benihnya dengan menabur "sembarangan", disebar saja tanpa melihat "tujuan"-nya. Kalau dilihat dari sisi efektifitas dan efisiensi tentu laporannya akan gagal total, bahkan di tanah yang subur pun, benih itu tidak memiliki hasil/buah yang "seragam", hasilnya berbeda-beda, benih yang sama di tanah yang sama suburnya, tapi hasilnya berbeda. Coba dihitung rasio input outputnya, pasti parah, kalau sebarannya merata berarti "yield"-nya hanya 25% dari input, atau dengan kata lain 75% input terbuang sia-sia. 
Apakah anda mencapai kesimpulan yang sama dengan saya?
Mari kita uji lagi kebenaran dari kesimpulan saya itu. Kita lihat dari beberapa kata yang saya cetak tebal.
  1. Sembarangan : apakah benar penabur itu sembarangan menaburkan benih? Bila diartikan sebagai Firman Tuhan tentu saja jawabannya tidak, Firman Tuhan tidak pernah sembarangan, sia-sia, apalagi gagal. Lihat Yesaya 55:10-11.
  2. Tujuan : agak dekat dengan sembarangan dan sebagian tentunya sudah terjawab di ayat Yesaya itu. Tujuan disini mungkin membuat kita berpikir, harusnya selektif, membedakan jenis benihnya kah, atau beda cara penanganannya kah atau bahkan memodifikasi benih itu, mungkin itu baik, tapi harus hati-hati, yang jelas cuma ada satu benih, satu jenis benih yang ditabur oleh si Penabur, dan kalau ada yang berbeda, apakah itu masih Firman Tuhan? lihat Matius 5:17-20.
  3. Seragam : apakah buah yang dihasilkan dari tiap Firman Tuhan selalu seragam? Kalau dilihat dari perumpamaan - perumpamaan lain tentu saja jawabannya tidak. Lihat Perumpamaan tentang Talenta Matius 25:14-30.
  4. Panen : juga tentang buah yang dihasilkan, apakah selalu berpatokan pada Yield, banyak tidaknya?Apakah tidak melihat kualitasnya? Dari beberapa Firman, tidak disebut kualitas riil, hanya disebut jenis panen, kalau buahnya sesuai, ya akan dipanen. Lihat perumpamaan Lalang diantara Gandum, Kebun Anggur.
Kesimpulan tadi rasanya jadi kacau dan rancu ya? Memang. Dan kalau sampai anda berpikir tentang keefektifan juga terlalu jauh dan menyalahkan si Penabur, bahkan menyalahkan perumpamaan ini, anda sudah melangkah terlalu jauh dari konteks. Ingat, perumpamaan selalu kontekstual, perumpamaan selalu memiliki batasan, dan itu jadi mempersempit area interpretasi yang sesuai dengan si Penyampai perumpamaan tersebut. Konteks disini jelas membandingkan perbedaan sikap hati tentang penerimaan Firman Tuhan, tidak ada presentase sebaran, jumlah yield, kesembronoan dalam penaburan, tidak, semua itu tidak ada.
Tuhan ingin bilang bahwa sekali lagi Ia tidak pernah memaksa, semua buah kita, tergantung dari respon hati kita terhadap Firman-Nya. Apakah kita mau menerimanya, merenungkan dan kemudian melakukannya sehingga akhirnya berbuah berkali-kali lipat seperti tanah yang subur? Atau pilihan yang lain yang membiarkan Iblis merebutnya, penindasan mengalahkannya atau kecemasan dan kekhawatiran dunia menutupinya?

Categories: , , , ,

0 komentar:

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑