Wednesday, August 17, 2011

Touch of God

Bab ke-3 dari Buku Just Like Jesus.


Saya lagi merasa 0 banget. Dalam hari-hari ini sedang mengalami banyak "kegagalan". Saat diajak untuk membayangkan kalau dibuat film mengenai tangan saya, untuk bagian waktu/masa sekarang sepertinya saya akan sangat malu.




And then there are other scenes. Shots of accusing fingers, abusive fists. Hands taking more often than giving, demanding instead of offering, wounding rather than loving. Oh, the power of our hands. Leave them unmanaged and they become weapons: clawing for power, strangling for survival, seducing for pleasure.



Padahal seharusnya tangan ini juga bisa menjadi tangannya Tuhan, alat Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya. Seperti Yesus, menggunakan tangan-Nya dengan sempurna, tidak akan pernah ditemukan scene dalam film Tangan Yesus yang berisi kesalahan, tindakan yang tidak benar.


Dicontohkan salah satu sentuhan tangan Yesus, hal yang dilakukan oleh tangan-Nya adalah saat Ia menyembuhkan orang berpenyakit kusta dengan menyentuhnya. Orang kusta itu digambarkan begitu rindunya akan sentuhan, orang kusta memang pada zaman itu sangat dikucilkan, dalam bahasa Pak Max disebutkan "Ultimate Outcast".


Dalam penggambaran tambahan khas Max Lucado diperlihatkan bagaimana pria kusa itu sangat merindukan sentuhan dari orang-orang, bukan pandangan jijik, takut dan menghindari. Bhakan dari keluarga, istri dan anaknya. Tapi selama 5 tahun ia tidak pernah bisa mendapatkan itu. Karena itu saat ia mendengar tentang Yesus, ia bertekad untuk menemuinya. Bukan karena iman pastinya lebih karena desperate dan kemarahan di dalam dirinya. Dengan takut-takut ia mendekati Kristus dan memanggilnya,



"Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku."



Uniknya juga cara Yesus melakukan penyembuhannya. Yesus sebenarnya tidak perlu menyentuh orang itu, cukup dengan FirmanNya, orang itu akan sembuh. Tapi yang dilakukanNya justru,



Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya.



Luar biasa, Tuhan kita yang mahatahu bukan hanya menyembuhkannya, tapi memenuhi kebutuhannya akan sentuhan, bagaimana sebuah sentuhan itu menjadi awal, selain pembersihan tapi juga kepedulian yang nyata, kasih dalam tindakan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh indera kita.


Firman Yesus menyembuhkan kustanya, sentuhan tangan Yesus menyembuhkan kesendiriannya.


Lagi-lagi saya semakin merasa 0 disini, kapan terakhir kali saya melakukan "sentuhan" seperti yang Yesus lakukan, saya sudah begitu egoisnya hidup disini, dan akhirnya yang saya dapat juga 0. Saya mungkin bukan tampak seperti orang kusta yang membutuhkan sentuhan dan kesembuhan, menerima pengucilan, tapi saya juga pastinya bukan Yesus yang menawarkan sentuhan yang menyembuhkan. Mungkin saya lebih tepat akan menjadi orang yang berteriak, "Kusta..kusta.." saat melihat laki-laki itu. Saya sedang dalam peran itu sepertinya, nothing, orang-orang itu "tidak membutuhkan" penyembuhan tapi juga bukan "penyembuh".

Categories: , , , ,

0 komentar:

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑