Friday, January 27, 2012

Merasa Kurang Cerdas


Sebut saja saya ke-pede-an atau sombong, tapi saya selalu merasa bahwa dari kecil saya termasuk orang yang cerdas, dan pengakuan/anggapan saya tentang hal ini dalam cara pandang saya termasuk bersyukur, salah satu cara bersyukur menurut saya adalah mengakui/mengamini apa yang sudah Tuhan anugerahkan untuk kita. 
Dan akhir-akhir ini, atau sebenarnya tidak terlalu akhir sih, sudah dari masa-masa akhir kuliah, masa-masa penelitian, saya merasa kurang cerdas lagi. Mohon bedakan antara cerdas dan pintar ya, saya rasa semua juga sudah tau bedanya. 
Sedari kecil saya ada dalam keluaga yang memiliki kebiasaan membaca yang kuat, kami hampir tidak pernah makan berkumpul di meja makan, makan lebih sering masing-masing, di tempat favorit masing-masing dan sembari melakukan hobi masing-masing, dan hobi kami adalah membaca. Saya masih sangat ingat waktu kecil mungkin sudah hampir semua buku di perpustakaan sekolah ibu saya sudah selesai saya baca, mulai dari buku komik Doraemon sampai novel Marga T. Semua saya baca, saya sangat suka membaca waktu itu. 
Masih jelas di ingatan saya kalau ada hari libur, saya ikut masuk ke SMA ibu saya, saya yang masih SD, dengan badan yang kecil masuk ke SMA dan dengan setia seharian duduk di perpustakaan dengan persediaan bertumpuk-tumpuk buku di samping saya, dan tidak lupa juga saat pulang pasti membawa tumpukan buku lagi untuk dibaca di rumah. Apakah buku yang saya baca dari kecil adalah buku-buku berat tentang fisika kuantum atau kimia molekuler? Tidak, saya membaca banyak sekali buku komik, Doraemon, Dragon Ball, Kungfu Boy, Gober Bebek, Mickey Mouse, Dr Slump, Kobo Chan dan banyak lagi, selain itu juga novel-novel Enyd Blyton, seri Lima Sekawan juga novel Detektif Cilik, Kemudian juga novel-novel dewasa dari Marga T dan sejenisnya. Saya juga masih ingat saya sudah membaca Harry Potter pertama saat di Indonesia belum begitu booming. Juga di rumah saya langganan majalah Bobo. Memang selain itu juga saya sangat suka membaca segala buku pengetahuan umum, seperti ensiklopedia bergambar dan sejenisnya. 
Saat semakin dewasa saya merasa cara didik orang tua saya dengan membina kebiasaan membaca ini sangat baik, percayalah saya tidak pernah disuruh belajar, saya dan kakak saya, orang tua saya sudah cukup tahu dan membebankan itu menjadi tanggungjawab pribadi kami, bukan berarti kami juga selalu bertanggung jawab (saya sih tepatnya, kakak saya jauh lebih mendingan), ada masa-masa dimana saya malas belajar, mengandalkan nyontek setiap ulangan dan tentu saja nilai saya jelek-jelek, itu terjadi pada masa SMP dan saya sadar agak terlambat, nilai saya hampir tidak masuk di seleksi SMA favorit di kota saya, sangat dekat dengan batas bawah tapi akhirnya masuk juga. Di SMA ini juga saya kembali banyak sadar, dan benar-benar belajar untuk pengetahuan. Secara umum saya selalu diakui sebagai orang cerdas, di SD sudah pasti, hampir selalu ranking 1, SMP di masa nilai-nilai saya jelek pun saya tetap diakui sebagai orang cerdas, bahkan dari dulu saya selalu dibilang lebih cerdas dari kakak saya (padahal nilai-nilai nya lebih bagus waktu itu), di SMA tentu saja saya tetap dianggap cerdas, saya tidak pernah ranking 1, tapi selalu dengan pengetahuan umum dan daya tangkap saya selalu masuk kategori cerdas. Di kuliah juga tidak berbeda, saya suka matematika dari kecil, dan tidak pernah merasa keberatan berkutat dengan algoritma dan hitung-hitungan yang cukup panjang, dan di kuliah kelebihan saya di bidang ini juga semakin dominan diantara teman-teman yang kebanyakan sudah malas berpikir matematika/aljabar.
Kenapa kemudian saya merasa kurang cerdas? Di akhir kuliah, di penelitian saya, meskipun orang-orang bingung dan tidak mengerti mengenai penelitian saya, dan menganggap itu sebagai penelitian yang sulit, saya bilang kalau di standarkan, penelitian saya sangat minimalis, bahkan sederhana, dan saya membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk menyelesaikannya. Pada matakuliah non hitungan saya juga lemah, nilai B menjadi biasa, bahkan ada yang C. Di pelajaran hitungan yang akhir-akhir pun saya merasa kurang, sehingga nilai dan pengetahuan saya kurang maksimal. Di saat masuk kerja, saya juga semakin merasa ada permasalahan di sistem pengolahan pengetahuan baru saya, saya jadi orang yang lambat menerima. Saat pindah ke IT pun sama, saya dengan semangat belajar JAVA, kemudian Android, kemudian juga sembari membantu di bagian CSS, dan sekarang belajar Ruby on Rails. Dari semua yang saya pelajari itu bahkan saya rasa pengetahuan saya sangat minimal untuk waktu belajar lebih dari 6 bulan untuk Java dan Android, kemudian belajar Rails selama 3 minggu juga terasa kurang maksimal saya tangkap, selalu merasa di bagian-bagian kehidupan saya itu, seharusnya saya bisa melakukan lebih waktu itu, kok bisa sih saya cuma mencapai segitu saat itu, apa benar cuma ini yang sudah saya pelajari selama ini, dan pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang terus menghantui (*lebay).
Apa saya kurang membaca? mungkin, saya lebih sering ke Kaskus dan menonton Film saat ini, tapi saya tetap betah membaca buku komputer tebal berbahasa inggris, terkadang juga membaca komik di ZTE Light Tab milik kantor. Yang kurang memang buku imajinasi, buku bebas, novel panjang. Dari kecil saya sudah membaca trilogi Ronggeng Dukuh Paruk nya Ahmad Tohari, saya ingat juga saya selesai membaca Forest Gump dan banyak buku-buku lain, mengenai imajinasi, sejarah, budaya dan perjalanan baik yang santai ataupun yang cukup berat temanya.
Apakah saya merasa kurang cerdas karena saya kurang imajinasi? kurang memiliki mimpi? banyak melihat masa lalu dan menyesal? belajar lebih sedikit, membaca lebih sedikit, bermimpi lebih sedikit?

Categories: , , ,

0 komentar:

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑