Friday, December 3, 2010

Lokalisasi

Belum ada seminggu numpang d kost2an mbakku d bogor, daerah Jabon, Parung tepatnya, ada satu hal yang sangat menarik perhatian saya dan jadi kepikiran beberapa kali.
Hal itu adalah PSK atau pelacur atau perek. Untuk orang disekitar bogor sudah diketahui secara umum bahwa daerah jalan Parung Bogor merupakan tempat mangkal perek, tempat show mereka. Kalau anda lewat jalan itu sekitar jam setengah 8 malam saja akan terlihat banyak wanita berpakain seksi (biasanya tanktop atau kaos ketat, warnanya cerah) dan berdandan cukup menor. Mereka akan melambai-lambaikan tangan pada mobil atau motor yang lewat. Banyak yang masih muda, beberapa bahkan terlihat sangat muda, meskipun banyak juga yang sudah tante-tante. Mereka biasanya berdiri berkelompok 2 atau 3 orang dan sama sekali tidak terlihat malu atau menutupi pekerjaan mereka, mereka santai saja melenggang, mengobrol bahkan kadang masuk k warung kopi yang terletak di pinggir jalan juga.
Fenomena lokalisasi saya rasa ada d setiap kota. Contohnya gang doli Surabaya, Sarkem Yogyakarta, Gang Senggol Purwokerto, Taman Lawang Jakarta, dan lain-lain. Bahkan di Purwokerto ada hotel/motel yang memiliki pelacur tetap, jadi pelacur itu punya kamar sendiri dan tamu-tamu yang datang k hotel itu tinggal memilih mau k kamar yang mana.
Yang unik lagi kegiatan lokalisasi prostitusi ini seperti mendapat perlindungan pemerintah, mereka seperti bisnis resmi dan tidak ada tindak pidana (kecuali melacurkan anak d bawah umur). Dan juga bahkan pemerintah memberi beberapa fasilitas, misalnya dokter yang secara berkala datang dan memeriksa kesehatan pelacur-pelacur disitu. Hal ini saya ketahui pasti dilakukan di Gang Senggol Purwokerto dan Sarkem Jogja.
Tapi anehnya juga, sewaktu-waktu polisii akan melakukan razia dan menangkapi pelacur-pelacur di situ. Tapi ya paling sehari dua hari sudah dilepas dengan tebusan dan bisa mangkal lagi di tempat sebelumnya.
Jadi pertanyaanny, sebenarnya apakah tempat itu resmi dan mendapat ijin pemerintah? kalau iya, kok bisa?kita kan negara beragama dan pastinya tidak ada kebudayaan agama yang mendukung itu. Kalau tidak resmi, kok bisa tetap ada? tanya kenapa???

Categories: , ,

Tuesday, November 30, 2010

Mobile Blogging from my Dopod 818pro

Berhubung sekarang saya lagi d bogor, tanpa akses internet yang ok alias saya cuma bisa ngenet pake hp, jadi saya mau bikin postingan kali ini dari hp Dopod 818pro saya,lewat browser opera mini.
Cuma mau cerita tentang hp saya aja ya. Ini hp jadul, pda phone sih, tapi keluaran 2006. Saya beli 2nd bulan maret kmrn seharga 750rb, nyampe sekarang ga rewel ga knapa2, pdhl dah saya oprek2, ganti2 os, nyoba2 aplikasi, dll. Saya pas nerima OSny masih asli windows mobile 5, tampilanny ya ampun, parah, begitu nerima langsung saya ganti pake ROM downloadan dari XdaDeveloper, lupa dari siapa yang jelas masih windows mobile 6.1. Setelah itu saya ganti2 terus, nyoba2 interface paling nyaman, bagus, tapi juga ringan, mengingat ni pda ramnya 64 romny 128, procieny ga nyampe 200mhz. Dari model spb mobile shell nyampe editan orang Vietnam saya coba semua tapi akhirnya saya jatuh hati sama model tampilan Rom winmo 6.5 dari bikertibi. Mantap, sederhana, tapi bagus dan fungsional. Dan nyampe sekarang betah dengan ini. Horeee...
Yang bikin saya betah pake winmi sebenernya cuma sinkronisasinya sama tampilan threaded smsnya, tapi selain itu suka juga sih dengan banyaknya aplikasi yang bisa dicoba-coba. Waktu kemaren berangkat dari jogja ke jakarta saya naik kereta ekonomi bayarnya cuma 35ribu(bangga..ha3) tapi lumayan cepet sekitar 9 jam kira2. Nah di kereta saya iseng ngaktifin Google Maps, trus aktifin fitur latutudenya. Tampilannya keren bgt, posisi saya yang diwakili bunderan biru bisa pindah2 dengan ok ngikutin posisi saya, padahal hp saya ga ada gps jadi cuma pake posisi BTS dan akses data Edge(blm 3g, wkwkwk). Tapi itu dah manteeeeep bangeet. Nyampe terharu ngliatnya.
Ya itulah sedikit cerita tentang dopod saya, yang biar jadul tapi setia dan kadang masih keliatan canggihnya. Thx God..Gbu

Categories: , , ,

Sunday, October 3, 2010

MENGASIHANI DIRI SENDIRI

Ketika saya membiarkan diri saya mengasihani diri sendiri,saya tidak berguna bagi Tuhan. Saya lumpuh ketika mata saya terpaku pada diri sendiri. Tidak ada kuasa Roh Kristus yang bekerja dalam diri saya, kecuali saya mengarahkan pikiran saya kepada-Nya.


"Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:21)

Tidak ada waktu yang lebih saya benci daripada waktu ketika saya mengasihani diri sendiri. Mengasihani diri sendiri adalah bukti terkuat bahwa pikiran kita jelas-jelas kacau. Allah tidak pernah menciptakan pikiran kita untuk diri kita sendiri. Bahkan kita juga tidak disuruh untuk menguji diri kita sendiri, apalagi mengasihani diri sendiri.

Mengasihani Diri Sendiri

Beberapa tahun lalu saya ditangkap. Bagi saya, ini adalah salah satu cobaan terbesar untuk mengasihani diri sendiri. Saya sangat terkejut ketika para polisi yang tidak berseragam tersebut mengepung, memborgol, dan menyeret saya ke penjara. Saya berada di tiga penjara yang berbeda dalam 1 minggu. Saya menghadapi maksimum dua tuntutan masing-masing 99 tahun penjara. Saya tidak punya uang dan tidak punya perlindungan. Sudah tentu saya merasa sangat terancam.

Walaupun jaksa penuntut umum akhirnya menyarankan kepada hakim agar membatalkan tuntutan tersebut (yang langsung dilaksanakan oleh sang hakim), peristiwa tersebut memakan waktu 10 minggu yang penuh misteri dan ketidakpastian sebelum saya akhirnya mengetahui hasilnya.

Saya ingat perasaan saya. Saya tidak bisa membayangkan apa yang sedang terjadi karena saya hanya seorang diri di penjara. Saya berbaring di alas tipis di atas semen; saya menangis, saya berdoa, saya memupuk rasa kasihan terhadap diri sendiri. Saya tidak dapat tidur di tengah-tengah tangisan dan teriakan yang terdengar dari sel-sel lain. Sangat aneh, saya belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Rasanya seperti mimpi buruk! Benar-benar tidak nyata. Tetapi karena saya harus terus mengusir kecoak-kecoak dari tangan saya, saya baru sadar betapa nyatanya semua ini. Ini bukanlah sebuah mimpi!

Dokter yang memeriksa saya sebelum saya masuk ke sel pertama menjadi panik setelah dia memeriksa tekanan darah saya. Dia meminta petugas menempatkan saya di sel yang dekat dengan posnya agar dia bisa menjemput dan memeriksa saya di kantornya sampai malam. Dia sangat memerhatikan saya terutama saat dia tahu bahwa saya pernah mendapat serangan jantung beberapa tahun sebelumnya.

Setelah itu saya merasakan untuk kedua kalinya rasa mengasihani diri yang terburuk, yaitu ketika saya berada di penjara yang ketiga. Saya diberitahu bahwa seorang donatur yang sangat dermawan menyediakan uang 0,000 untuk menjadi jaminan bagi saya. Karena saya berpikir bahwa ketika mereka menjemput saya dari sel saya saya akan dibebaskan, maka saya sangat merasa terpukul ketika saya dipindahkan ke kota dan penjara yang lain sebelum uang itu datang.

Di penjara ketiga inilah saya sangat marah dan kecewa. Saya dimasukkan ke sel yang mereka sebut "tangki" bersama sekitar lima belas pria lainnya. Sel itu cukup kecil dan semua orang terbaring di lantai sehingga untuk berjalan pun sulit. Saya mengambil posisi di bangku kecil yang terletak di ujung sel.

Selama 12 jam saya duduk di ujung sel sambil menggerutu. Bagian belakang saya terasa nyeri. Bangku tersebut sangat tinggi sehingga kaki saya tidak bisa menyentuh lantai. Sungguh sangat tidak nyaman! Walaupun di penjara sebelumnya saya telah menjadi saksi Kristus lewat konseling dengan tahanan lainnya, di penjara ini saya terus menggerutu mengasihani diri sendiri sampai Tuhan mengubah persepsi saya.

Allah berbicara

Saat itulah Allah berbicara kepada saya, "Di manakah mahkota berduri? Aku tidak melihat darah. Di manakah paku? Aku tidak melihat salib. Di manakah hinaan dan cemooh? Aku tidak melihatmu dalam kondisi yang tidak nyaman. Kapan mereka mencambukmu? Apakah kamu menderita sebanyak yang kamu pikirkan?" Setelah itu, sikap saya akhirnya berubah dan saya memfokuskan pikiran saya tentang Dia yang menjadi inti dari semuanya. Di dalam sel itu, Dia mengizinkanku bersaksi kepada semua orang. Selama lebih dari 2 jam, saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan mempersaksikan Kristus. Terkadang sel itu sunyi senyap sampai-sampai saya dapat mendengar suara napas mereka. Pada waktu lain, sel tersebut meledak dengan tawa.

Ketika saya membiarkan diri saya mengasihani diri sendiri, saya tidak berguna bagi Tuhan. Saya lumpuh ketika mata saya terpaku pada DIRI sendiri. Tidak ada kuasa Roh Kristus yang bekerja dalam diri saya, kecuali saya mengarahkan pikiran saya kepada DIA. Saat saya "memikirkan hal-hal yang dari daging", tidak akan ada kesaksian-Nya lewat saya kepada orang-orang ini. Saya adalah satu-satunya orang Kristen di sel.

Ketika saya mengarahkan pikiran pada "hal-hal yang di atas", saya mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya saya anggap mustahil. Tuhan, dengan kemurahan-Nya, mengizinkan saya "menebus waktu" saya. Ketika pengacara saya akhirnya tiba dan nama saya dipanggil ke ruang konferensi, dan ketika saya melangkahi tubuh orang-orang yang ada di antara saya dan pintu sel, setiap dari mereka berkata, "Tuhan memberkatimu." Begitu saya tiba di pintu penjara itu, air mata telah mengalir di wajah saya. Saya berbalik dan mengangkat tangan saya ke langit dan berkata, "Kiranya Tuhan memberkati kalian dan mengungkapkan diri-Nya kepada kalian." Setelah saya selesai mengucapkan hal itu, sel itu penuh dengan orang yang berkata, "Jangan lupa doakan kami." Tangan melambai-lambai di jeruju-jeruji besi saat petugas mengantarku menuju kebebasan dengan uang jaminan. Aku mendengar mereka satu demi satu berseru, "Doakan saya!"

Kemarahan Yesus

Paling tidak tiga kali kemarahan Yesus menyala-nyala terhadap hal-hal yang sangat Dia benci: pada peristiwa penyucian Bait Allah, kecaman-Nya yang pedas terhadap kemunafikan orang-orang Farisi, dan pada peristiwa ketika Petrus berkata kepada-Nya untuk mengasihani diri sendiri.

Iblis mencobai Yesus untuk mengasihani diri sendiri paling tidak sebanyak dua kali. "Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar. Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: `Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti.`" (Lukas 4:2-3) Yesus tidak mau mengasihani diri-Nya sendiri. Mengasihani diri sendiri juga tidak dibenarkan untuk kita.

Ya, Yesus menolak ajakan untuk mengasihani diri sendiri. Yesus menegur Petrus dengan keras. "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16:23) Bisa Anda bayangkan Yesus menganggap kata-kata Anda berasal dari Iblis? Bayangkan bahwa Yesus mengatakan bahwa Anda adalah "batu sandungan" bagi Yesus! Mengapa Yesus memberikan teguran keras ini kepada Petrus? Apakah hal itu tidak terlalu berlebihan? Ketika Anda membaca catatan kaki ayat tersebut pada Alkitab King James Version, Anda akan melihat bahwa tanggapan Yesus yang keras menunjukkan ketidaksukaannya yang sangat mendalam terhadap rasa mengasihani diri sendiri.

Inilah yang tertulis dalam catatan kaki tersebut: "Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: `Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.` (`Kiranya Allah menjauhkan hal itu` dalam bahasa Ibrani berarti `Kasihanilah diri-Mu sendiri`)." (Catatan kaki King James Version, Matius 16:22) Petrus meminta Yesus untuk mengasihani diri-Nya sendiri. Yesus tidak hanya diam saja mendengar hal itu, tetapi Ia juga menolaknya dengan teguran yang keras. Yesus tidak membiarkan pikiran mengasihani diri sekecil apa pun masuk ke dalam pikiran-Nya.

Sebuah contoh lain atas penolakan Yesus terhadap rasa mengasihani diri sendiri adalah saat [para prajurit Romawi] meminta Simon [orang Kirene] membawa salib untuk Yesus. "Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus. Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: "Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!`" (Lukas 23:26-28) Yesus tidak mau mereka menangisi Dia dan merasa mereka telah berbuat sesuatu untuk-Nya. Tanpa Dia sebagai Juru Selamat mereka, mereka dan anak-anak mereka akan selamanya dipisahkan dari Allah. Yesus tidak mau menerima rasa kasihan mereka dan Dia memberikan perspektif yang benar bagi wanita-wanita ini dan bagi kita.

Yesus dilahirkan untuk tujuan ini. Tidak ada ratapan dan tindakan apa pun yang dapat mencegah Yesus dari tekad-Nya mencapai tujuan-Nya. Cara kita satu-satunya melawan godaan hebat untuk mengasihani diri sendiri adalah dengan melakukan apa yang akhirnya saya lakukan di sel itu dengan semua orang di sana: "lihatlah kepada Yesus sang `Pencipta` dan `Penuntas` iman kita; yang demi sukacita yang ada di hadapan-Nya telah menghadapi salib, dan menanggung hinaan" Jika kita bisa mengalihkan pikiran kita dari diri sendiri kepada Yesus, hal ini akan membawa kita ke suatu tempat yang dapat membuat kita bersama-sama Paulus berkata, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18)

Dengan sikap ini, kita akan menjadi serupa dengan Allah. Taati Alkitab yang berkata kepada kita, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6)

"Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala." (5:21) Terutama berhala mengasihani diri sendiri yang licik! (t/Uly)

Diterjemahkan dan disunting dari:
Judul artikel asli: Self Pity
Nama situs: SingleVISION Ministries
Penulis: A. Gene Veal
Alamat URL: http://www.seegod.org/self_pity.htm

Categories: , , ,

"EKKLESIA" -- GEREJA

                
(Oleh: John Stott)

Pertanyaan yang harus kita ajukan sebelum kita mulai ialah: Apakah
gereja itu sebenarnya?

Gereja adalah jemaat, suatu perhimpunan orang yang memperlihatkan
eksistensi, solidaritas, yang berbeda dari perhimpunan-perhimpunan
lain untuk satu hal, yakni "panggilan Allah".

Semua itu dimulai dari Abraham, yang dipanggil Allah untuk
meninggalkan negerinya sendiri dan keluarganya. Allah berjanji kepada
Abraham bahwa ia akan diberikan negeri dan kaum keluarganya akan
menjadi suatu bangsa yang besar, dan melaluinya segala bangsa di muka
bumi ini akan diberkati. Berulang kali perjanjian anugerah ini
ditegaskan kepada Abraham, yakni melalui keturunannya semua bangsa di
bumi akan diberkati.[1] Janji ini selanjutnya ditegaskan kepada Ishak,
dan kepada Yakub. Tetapi Yakub meninggal di dalam tawanan. Demikian
juga anaknya yang terkenal, Yusuf.

Memang, di akhir kitab Kejadian dijelaskan bahwa sesudah Yusuf
meninggal dunia, mayatnya dibalsam dan "ditaruh dalam peti mati di
Mesir." (Kejadian 50:26) Namun langkah-langkah pertama menuju
penggenapan janji Allah baru terjadi ketika Ia, melalui Musa, dari
keturunan Lewi bin Yakub, menyelamatkan bangsa itu dari perbudakan.
"Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil
anak-Ku itu." (Hosea 11:1) Tiga bulan sesudah keluar mereka memasuki
padang gurun Sinai, dan Tuhan memerintahkan Musa untuk mengatakan
kepada bangsa itu:

"Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang
Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap
rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu
sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada
perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri
dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh
bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan iman dan bangsa yang
kudus." (Keluaran 19:4-6)

Maka perjanjian disahkan, hukum diberikan, kemah suci didirikan, dan
ibadah dimulai. Kemudian tanah perjanjian ditaklukkan, dan setelah itu
pemerintahan diteguhkan. Tetapi semuanya itu berakhir dengan
malapetaka. Umat Allah melanggar perjanjian-Nya, menolak hukum-Nya,
dan meremehkan nabi-nabi-Nya, sehingga tidak ada pertolongan bagi
mereka. Penghukuman Allah ditimpakan atas mereka, dan penawanan kedua
(ke Babel) dimulai.

Namun Allah tidak membiarkan umat-Nya. Pada waktunya, sesuai dengan
janji-Nya, Ia akan memberkati mereka. Ia memanggil mereka keluar dari
Babel -- sebagaimana Ia telah memanggil mereka keluar dari Mesir --
serta mengembalikan mereka ke tanah air mereka sendiri. Seperti yang
dikatakan Allah melalui Yeremia:

"Sebab itu, demikianlah firman Tuhan, sesungguhnya waktunya akan
datang, bahwa tidak dikatakan orang lagi: Demi Tuhan yang hidup
yang menuntun orang Israel keluar dari tanah Mesir!, melainkan:
Demi Tuhan yang hidup yang menuntun orang Israel keluar dari
tanah utara dan dari segala negeri kemana Ia telah
mencerai-beraikan mereka! Sebab Aku akan membawa mereka pulang
ke tanahyang telah Kuberikan kepada nenek moyang mereka."
(Yeremia 16:14-15)

Tetapi Allah juga telah menjanjikan bahwa melalui umat-Nya Ia akan
memberkati semua bangsa di dunia; dan ini digenapi melalui Kristus.
Sebab panggilan Allah -- mula-mula kepada keluarga Abraham dari Ur dan
dari Haran untuk memasuki tanah Kanaan, kemudian terhadap keturunan
Yakub dari Mesir, dan setelah itu terhadap sisa-sisa suku Yehuda dari
Babel -- semuanya memberikan bayangan akan suatu panggilan yang lebih
baik, penebusan yang lebih besar, dan warisan yang lebih berlimpah.
Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, Allah bermaksud memanggil
keluar dari dunia ini suatu umat pilihan bagi diri-Nya sendiri,
menebus mereka dari dosa, dan membuat mereka mewarisi janji-janji
keselamatan-Nya.

Maka gereja adalah umat Allah, "ekklesia"-Nya, yang dipanggil keluar
dari dunia ini untuk menjadi milik-Nya, dan eksis sebagai entitas yang
sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilan-
Nya. Perjanjian Baru sangat menuntut serta menekankan hal ini. Allah
telah memanggil kita "kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus
Kristus, Tuhan kita," memanggil kita "menjadi milik Kristus". (1
Korintus 1:9, Roma 1:6) Panggilan ilahi ini adalah suatu "panggilan
kudus". (2 Timotius 1:9, 1 Tesalonika 4:7) Allah memanggil kita untuk
hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus, dan "supaya hidup
[kita] sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan
panggilan itu" (1 Petrus 1:15,16; Efesus 4:1), sehingga dengan kuasa
penyucian dari Roh Kudus kita boleh berubah di dalam karakter dan
tingkah laku sesuai dengan status kita, yakni sebagai "orang-orang
kudus", yang berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah.[2]

Namun, panggilan itu tidak dimaksudkan agar gereja menarik diri keluar
dari dunia kepada kehidupan pietisme. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Uskup Lesslie Newbigin, "Gereja ... adalah sekelompok musafir
yang sedang dalam perjalanan menuju akhir dari dunia dan waktu." Dan
pula, gereja merupakan khafilah umat Allah. Mereka sedang bergerak --
bergegas menuju akhir dari dunia ini dan memohon agar semua orang
didamaikan dengan Allah, dan bersegera menuju akhir waktu untuk
menjumpai Tuhannya yang akan mengumpulkan semua orang menjadi satu.

Itulah sebabnya, lebih lanjut Newbigin mengemukakan, "Gereja tidak
mungkin dimengerti secara tepat kecuali di dalam suatu sudut pandang
misioner dan eskatologis sekaligus."[3] Oleh karena itu, penulis-
penulis Perjanjian Baru mengemukakan, Allah yang telah memanggil kita
keluar dari dunia ini telah mengutus kita kembali ke dalam dunia:

"Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil
kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib."
(1 Petrus 2:9)

Dia juga telah memanggil kita sebagaimana Kristus telah menderita
karena perlakuan yang tidak adil di dunia ini, dan melalui
penderitaan-Nya Dia telah memanggil kita "kepada kemuliaan-Nya yang
kekal dalam Kristus." (1 Petrus 2:20,21; 5:10)

Demikianlah gereja, umat Allah, yang dipanggil keluar dari dunia bagi
Dia sendiri, dipanggil untuk suatu misi, dipanggil untuk menderita,
dan dipanggil melalui penderitaan kepada kemuliaan.

Gereja Allah adalah Gereja yang Esa

Panggilan terhadap gereja ini juga merupakan panggilan terhadap
seluruh gereja dan setiap anggota dari gereja, tanpa suatu perbedaan
atau pembagian apa pun. Sebelumnya, panggilan Allah hanya ditujukan
kepada Abraham dan keturunannya, yang secara jasmaniah adalah bangsa
Israel, sedangkan bangsa-bangsa non-Yahudi "tidak termasuk kewargaan
Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang
dijanjikan." (Efesus 2:12) Namun sekarang janji kepada Abraham itu
telah menjangkau dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain juga. Maka
Paulus menuliskan kepada jemaat di Efesus:

"Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu `jauh`,
sudah menjadi `dekat` oleh darah Kristus. Karena Dialah damai
sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang
telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan
matinya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan
segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya
menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu
mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di
dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan
perseteruan pada salib itu." (Efesus 2:13-16)

Kita tidak boleh menghilangkan penjelasan Rasul Paulus mengenai
peniadaan dan penciptaan ini. Allah telah meniadakan (menghapuskan)
aspek dari hukum Taurat itu yang telah membuat Israel menjadi bangsa
yang terpisah, dan Dia menciptakan "seorang manusia baru."

Umat manusia yang baru ini, yakni gereja, merupakan perkumpulan yang
mengagumkan dan meliputi banyak hal. Kristus telah meniadakan lebih
dari sekadar penghalang-penghalang kesukuan dan kebangsaan; Dia telah
menghapuskan juga penghalang-penghalang kelas dan gender: "... tidak
ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang
merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah
satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28) Hari-hari diskriminasi
telah berlalu. Umat Kristus yang baru telah diciptakan di dalam gereja
tanpa memedulikan perbedaan suku bangsa, tingkatan, ataupun jenis
kelamin. Ini tidak berarti bahwa persamaan di dalam kekristenan itu
sinonim dengan anarki -- sebab Paulus juga mengimbau para istri agar
taat terhadap suaminya dan budak-budak tunduk terhadap tuannya, tetapi
lebih berarti bahwa segala hak istimewa dan berkat rohani di hadapan
Allah telah dikeluarkan:

"Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani.
Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya
bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa
yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan." (Roma 10:12,13)

Sebagai akibatnya, semua orang Kristen yang percaya, baik Yahudi
maupun non-Yahudi, laki-laki atau perempuan, budak atau orang merdeka,
orang Yunani yang terpelajar atau orang barbar yang tidak beradab
adalah "kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota
keluarga Allah", dan juga "ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh
dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus karena
berita Injil." (Kolose 3:11, Efesus 2:19, 3:6) Di dalam ayat-ayat ini
Paulus memakai empat kata majemuk dari bahasa Yunani yang kemudian
diterjemahkan menjadi "para kawan sewarga" ("sumpolitai"), "para ahli
waris" ("sugkleronoma"), "para anggota" ("sussoma"), dan "para
pengambil bagian" ("summetocha")[4] untuk menegaskan dengan sejelas
mungkin mengenai partisipasi umum yang tidak boleh dibeda-bedakan dari
seluruh umat Allah dalam segala berkat yang terdapat di dalam Injil.
Paulus juga mengajarkan kebenaran yang sama dalam daftar kesatuan yang
dibuatnya:

"Hanya ada satu tubuh dan satu Roh, sebagaimana kamu telah
dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam
panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan
Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di
dalam semua." (Efesus 4:4-6)

Tetapi apakah kaitan atau hubungan antara hal ini dengan buku mengenai
kaum awam? Mengapa saya berpikir bahwa penting sekali bagi kita untuk
mempertegas kembali mengenai peniadaan hak istimewa dan penciptaan
satu umat yang baru dengan persamaan hak ini? Masalah sebenarnya dalam
sistem yang membedakan antara pendeta dengan kaum awam nampaknya hanya
sebagai usaha menentang dasar kesamaan dan kesatuan umat Allah. Hal
yang senantiasa dilakukan sistem ini, yakni memusatkan kekuasaan dan
hak istimewa di tangan pendeta, telah menyembunyikan, bahkan
membinasakan hakikat kesatuan umat Allah.

Kedua pihak yang telah disatukan oleh Kristus dipisahkan menjadi dua
lagi oleh pemikiran sistem ini, yang satu lebih tinggi dan yang
lainnya lebih rendah, yang satu aktif dan yang lainnya pasif, yang
satu benar-benar penting karena sangat diperlukan bagi kehidupan
gereja, yang lainnya tidak terlalu diperlukan sehingga tidak terlalu
penting. Saya tidak ragu-ragu mengatakan bahwa menafsirkan gereja
dipandang dari segi pembedaan kasta yang memberikan hak istimewa
kepada golongan pendeta, atau struktur yang bersifat hierarki, berarti
menghancurkan doktrin Perjanjian Baru mengenai gereja.

Tetapi kita memunyai kebebasan menafsirkan gereja dipandang dari sudut
pandang seorang pendeta, dan mudah sekali bagi orang-orang yang
berpikiran demikian tergelincir ke dalam pola pemikiran di atas. Untuk
memaparkan hal ini, kita akan meninjau kembali beberapa penggambaran
penting berdasarkan Alkitab mengenai gereja. Kita tidak dapat
melakukan pemeriksaan secara lengkap dan mendalam, tetapi pemeriksaan
kita akan cukup untuk membuktikan hal ini: setiap gambaran Alkitab
mengenai gereja memberikan iluminasi mengenai hubungan antara umat
Allah dengan Allah sendiri di dalam Kristus dan/atau dengan sesamanya.
Hanya sedikit perhatian diarahkan kepada golongan pendeta sebagai
pihak ketiga yang berbeda dari yang lainnya. Dengan kata lain, dalam
pemaparan sifat dan tugas gereja, kebanyakan pokok pikiran Perjanjian
Baru bukanlah mengenai kedudukan pendeta, juga bukan tentang hubungan
antara pendeta dan kaum awam, melainkan mengenai keseluruhan umat
Allah dalam hubungan mereka dengan Dia dan antara satu dengan yang
lain; umat yang khusus yang telah dipanggil oleh anugerah-Nya untuk
menjadi ahli waris-Nya serta duta-Nya di dunia.

Kiasan-Kiasan tentang Gereja

Tiga di antara gambaran yang paling indah mengenai gereja dalam
Perjanjian Baru diambil dari Perjanjian Lama. Ketiganya melukiskan
umat Allah sebagai pengantin wanita-Nya, kebun anggur-Nya, dan kawanan
domba-Nya. Semuanya menyoroti hubungan langsung yang telah diteguhkan
Allah dengan umat-Nya dan yang telah mereka nikmati bersama-Nya.

Allah telah memandang Israel sejak masa mudanya, mempertunangkan dia
dengan diri-Nya sendiri sebagai pengantin perempuan-Nya, untuk
selanjutnya memasuki perjanjian nikah dengan-Nya. (Yehezkiel 16,
Yeremia 2:2, 31:32, Yesaya 62:5) Tetapi kemudian Allah mengeluh
tentang ketidaksetiaan Israel, dan tindakan-tindakan persundalan serta
perzinahannya (Hosea 2).

Allah telah mengambil sebatang pohon anggur dari Mesir dan menanamnya
di Kanaan, sebuah "lereng bukit yang subur." Di sana pohon itu berakar
dan bertumbuh memenuhi negeri itu. Ia mendirikan sebuah menara jaga di
tengah-tengahnya untuk mengawasinya dan sebuah tempat memeras anggur
untuk mempersiapkan panen anggur. Ia mengharapkan kebun anggur-Nya itu
menghasilkan buah anggur yang baik tetapi yang dihasilkannya ialah
buah-buah anggur yang asam. Maka Allah membiarkan kebun anggur-Nya
diinjak-injak dan ditelantarkan. Allah menantikan Israel berbuah
keadilan, tetapi yang dihasilkannya adalah buah kelaliman; Dia
mengharapkan kebenaran, namun yang ada hanya keonaran (Mazmur 80:9-20,
Yesaya 5:1-7).

Allah adalah Gembala Israel. Dia menggiring Yusuf bagaikan kawanan
domba. Sebagaimana Dia telah membebaskan mereka dari perbudakan di
Mesir, "mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala",
demikian juga sesudah penawanan di Babel Dia akan menghimpun domba-
domba-Nya dalam tangan-Nya, anak-anak domba dipangku-Nya dan induk-
induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati (Mazmur 80:2, Yesaya 63:9,
40:11).

Setiap gambaran di atas menekankan tindakan langsung dari kehendak
Allah terhadap umat-Nya sebagai satu bangsa, pemerintahan yang berasal
dari-Nya; Ia berinisiatif menyelamatkan mereka. Allah memilih Israel
sebagai pengantin wanita-Nya, Ia menanam dan merawat kebun anggur-Nya,
dan Ia menggembalakan kawanan domba-Nya. Dan ketika Yesus dengan
berani menerapkan kembali kiasan atau gambaran-gambaran ini untuk
diri-Nya, Dia bahkan lebih kuat menekankan hubungan pribadi yang
dimaksudkan oleh masing-masing kiasan itu.

Yesus adalah mempelai laki-laki, dan karena Ia hadir bersama-sama para
tamu maka mereka tidak pantas untuk berpuasa (Markus 2:18-20). Paulus
mengembangkan kiasan ini lebih rinci dengan penjelasan mengenai kasih
dan pengurbanan Kristus bagi gereja. Kepemimpinan-Nya atas gereja
serta tujuan akhir dari gereja ialah supaya gereja ditempatkan di
hadapan-Nya "dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang
serupa." (Efesus 5:27; 5:22-33) Pada akhir kitab Wahyu pertama-tama
kita membaca bahwa "hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan
pengantin-Nya telah siap sedia" dan "kota yang kudus, Yerusalem yang
baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin
perempuan yang berdandan untuk suaminya."(Wahyu 19:7, 21:2)

Yesus mengambil gambaran mengenai kebun anggur di dalam perumpamaan-
Nya mengenai penggarap-penggarap kebun yang jahat (Markus 12:1-12),
namun Dia juga melanjutkan hal itu, sebab Dia menegaskan bahwa Dia
sendirilah pokok anggur yang benar, carang-carangnya bergantung
kepada-Nya untuk dapat berbuah baik dengan tetap tinggal di dalam Dia
dan juga dengan dibersihkan oleh tukang-tukang kebun (Yohanes 15:1-8).

Yesus menyebut diri-Nya sendiri "Gembala Yang Baik" yang mencari serta
menyelamatkan domba yang hilang -- sekalipun hanya seekor domba-Nya
yang hilang, yang mempertaruhkan nyawa-Nya demi domba-domba-Nya, dan
yang memimpin mereka ke padang rumput yang segar serta melindungi
mereka dari ancaman serigala (Lukas 15:3-7, Yohanes 10).

Empat kiasan lainnya mengenai gereja yang terdapat di dalam Alkitab
intinya juga mengiluminasikan hubungan yang telah diteguhkan Allah
dengan umat-Nya, sekalipun semuanya itu juga menuntut pengertian lebih
lanjut.

Pertama, umat Allah adalah suatu kerajaan, tempat Allah menjalankan

peraturan-peraturan-Nya; "wilayah kekuasaan-Nya" (Mazmur 114:2).
Pemerintahan teokrasi Israel yang sesungguhnya, yang telah ditolak
ketika bangsa itu menuntut seorang raja seperti yang dimiliki oleh
bangsa-bangsa kafir, telah dipulihkan dan dirohanikan melalui Kristus.
Dalam menyelamatkan kita, Allah "telah melepaskan kita dari kuasa
kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan Anak-Nya yang
kekasih" (Kolose 1:13) dan Kristus menjalankan pemerintahan-Nya di
antara umat-Nya melalui Roh-Nya, "sebab Kerajaan Allah bukanlah soal
makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan
sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17)

Selanjutnya, umat Allah adalah rumah tangga atau keluarga-Nya. Apa
yang samar-samar terbayang di dalam Perjanjian Lama, yaitu ketika
Israel disebut anak Allah (Hosea 11:1), secara lengkap dipaparkan di
dalam Perjanjian Baru. Di dalam Kristus, Allah melahirkan kita
kembali, menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya, mengadopsi kita ke
dalam keluarga-Nya, serta mengirim Roh-Nya ke dalam hati kita sehingga
kita boleh memanggil Dia "Abba, Bapa."[5] Banyak hal dalam kehidupan
Kristen ditentukan -- seperti yang diajarkan Yesus -- oleh hubungan
yang intim dan terbuka seperti gambaran Allah dengan anak ini. Kita
tidak perlu lagi merasa khawatir memikirkan segala kebutuhan hidup
kita sehari-hari, karena Bapa surgawi kita mengetahui segala yang kita
perlukan. Kita cukup menyesuaikan diri dengan-Nya, dengan kerajaan-Nya
dan kebenaran-Nya, menyerahkan diri kita dan kehidupan kita sehari-
hari kepada-Nya, memercayai Dia yang memelihara kita, serta percaya
bahwa segala yang kita perlukan akan Ia berikan (Matius 6:7-13, 25-34,
7:7-11).

Ketiga, umat Allah adalah suatu bangunan "yang tidak dibuat oleh
tangan manusia", suatu bangunan yang dirancang oleh Allah sendiri,
bait Allah rohani yang dibangun kembali, dengan Yesus sebagai satu-
satunya dasar -- seperti yang dipersaksikan oleh para rasul dan para
nabi -- dan Roh Kudus di tempat mahasuci (1 Korintus 3:11, 16, Efesus
2:20-22).

Keempat, umat Allah adalah tubuh Kristus, gambaran yang paling
menonjol di dalam surat-surat Paulus dan satu-satunya yang tidak
memunyai padanan dengan Perjanjian Lama, dengan Kristus sebagai Kepala
yang mengatur dan memberi makan seluruh tubuh-Nya dan Roh Kudus
sebagai nafas yang memberi inspirasi kepada [gereja] (Efesus
4:4,15,16, Kolose 2:19).

Tetapi masing-masing dari keempat gambaran ini lebih dari sekadar
memberikan iluminasi mengenai hubungan antara Allah dengan umat-Nya.
Masing-masing menggambarkan juga hubungan-hubungan timbal balik serta
tugas dan tanggung jawab yang dimiliki umat Allah. Kita adalah kawan
sewarga dari kerajaan Allah, saudara-saudara di dalam keluarga, batu-
batu hidup untuk pembangunan rumah yang rohani, dan lebih dari
semuanya itu, anggota-anggota tubuh Kristus, yang bukan hanya menerima
hidup dan perintah dari Kepala, tetapi kita sendiri berperan aktif dan
saling bergantung satu dengan yang lainnya, dan oleh karenanya kita
tidak boleh saling merendahkan atau iri terhadap yang lain (1 Korintus
12:14-26).

Banyak Kiasan -- Satu Berita

Semua kekayaan kiasan ini menunjukkan maksud yang sama. Dalam setiap
gambaran itu penekanannya adalah pada inisiatif Allah yang sangat
ramah. Dia sebagai Suami, [Pemilik Kebun], Gembala, Raja, Bapa,
Pembuat Bangunan, dan [Kepala]. Umat-Nya sebagai sekelompok orang yang
ditebus, baik sebagai pengantin-Nya, kawanan domba-Nya, keluarga-Nya,
tubuh-Nya, dan lain-lain. Hubungan satu dengan yang lain sebagai
carang-carang pada Pokok Anggur yang sama, domba-domba dalam kawanan
yang sama, anak-anak di dalam keluarga yang sama, anggota-anggota
tubuh yang sama. Tidak ada satu pun kiasan, baik yang menunjang maupun
yang menentang, membicarakan mengenai pendeta. [Subjek tentang
pendeta] sama sekali bukan yang dimaksud oleh Alkitab mengenai gereja.

Tepat sekali Paulus menyamakan dirinya dengan sahabat mempelai laki-
laki pada pesta perkawinan, seperti yang juga diungkapkan Yohanes
Pembaptis sebelumnya (2 Korintus 11:2, Yohanes 3:29). Dia juga
membicarakan mengenai pelayanan mengajar yang dilakukannya bersama
Apolos di Korintus dengan gambaran orang yang menanam dan menyiram
benih di ladang Tuhan dan orang yang meletakkan dasar serta membangun
rumah Tuhan (1 Korintus 3:5-15). Sama halnya, pelayan-pelayan gereja
juga digambarkan sebagai gembala-gembala pengawas yang dipercayakan
memelihara kawanan domba[6] sebagai hulubalang-hulubalang kerajaan,
sebagai pelayan-pelayan rumah tangga, dan sering kali juga digambarkan
sebagai pengasuh-pengasuh di dalam keluarga[7]. Di samping itu juga,
meskipun setiap orang Kristen di gereja sebagai anggota tubuh Kristus
memunyai peranannya masing-masing, namun beberapa organ nampak
memunyai peranan yang lebih penting daripada yang lainnya, misalnya,
kepala lebih penting dari kaki dan mata lebih penting dari tangan (1
Korintus 12:21), meskipun masing-masing saling membutuhkan dan tidak
dapat melepaskan diri.

Meskipun demikian, setiap uraian menunjukkan suatu tambahan pada
kiasan itu. Kiasan atau gambaran itu sendiri sudah lengkap tanpa
tambahan-tambahan tersebut, dan lebih jelas lagi dikatakan, tidak
bergantung pada hal-hal tambahan itu. Semuanya memunyai bagian masing-
masing untuk dilakukan, tetapi hanya sebagai bagian yang bersifat
tambahan, dan boleh ditambahkan, bagian yang dapat digantikan. Seorang
sahabat pengantin laki-laki memang memunyai peranan yang sangat
penting pada pesta perkawinan, tetapi tanpa dia pun pengantin pria dan
wanita dapat tetap melangsungkan pernikahan mereka. Pelayan-pelayan
dan perawat-perawat sangat berperan penting dalam suatu rumah tangga,
tetapi seorang ayah tidak akan membiarkan anak-anaknya mati hanya
karena tidak ada mereka. Tidak. Kebenaran-kebenaran yang paling
penting yang digarisbawahi oleh kiasan-kiasan mengenai gereja ini
ialah sikap Allah yang ramah terhadap umat-Nya dan tugas-tugas mereka
yang bertanggung jawab terhadap Dia dan terhadap yang lainnya.

Kesatuan hakiki gereja, yang dimulai di dalam panggilan Allah dan
digambarkan di dalam kiasan-kiasan Alkitab, memimpin kita sampai pada
kesimpulan ini: Segala tanggung jawab yang dipercayakan Allah kepada
gereja-Nya telah dipercayakan-Nya kepada seluruh Gereja-Nya. Siapakah
mereka yang dimaksudkan? "Kamu yang dahulu bukan umat Allah," Petrus
menulis, "tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya." Dan dia menjelaskan
lebih lanjut, umat Allah adalah imamat kudus, [yang diciptakan] untuk
mempersembahkan kepada-Nya persembahan-persembahan yang rohani dan
yang berkenan kepada-Nya berupa puji-pujian dan doa, dan juga suatu
umat yang misioner, [yang diciptakan] untuk memberitahukan kepada
orang-orang lain perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah mereka,
Allah yang telah memanggil mereka kepada terang-Nya yang ajaib dan
yang telah menaruh belas kasihan atas mereka (1 Petrus 2:5,9,10).
Singkatnya, umat Allah memiliki tujuan untuk menjadi persekutuan
orang-orang yang beribadah kepada Dia serta menyaksikan kemuliaan dan
kebesaran-Nya. Dan kedua tugas ini menjadi tanggung jawab segenap
gereja sebagai Gereja-Nya. Pendeta tidak dapat memonopolinya, demikian
juga kaum awam atau jemaat tidak boleh melarikan diri dari tanggung
jawab ini. Baik pendeta maupun anggota jemaat tidak dapat melimpahkan
tanggung jawab ini kepada orang lain; tidak mungkin ibadah dan
kesaksian diwakili oleh orang lain.

Mempertahankan hal ini adalah suatu koreksi yang sehat terhadap sistem
yang terlalu melebih-lebihkan pendeta, yang sudah terlalu sering dan
cukup lama menempatkan kaum awam dan menyingkirkan mereka ke posisi
yang lebih rendah dan nonaktif. Hal ini tentu saja juga mengaburkan
gambaran mengenai gereja. Sudah barang tentu, Allah memanggil pendeta
untuk suatu tugas yang penting, namun kedudukan mereka harus selalu
tunduk kepada gereja secara keseluruhan, sebagai persekutuan yang
ditebus oleh Allah sendiri. Kaum awam hanya akan menemukan tempat
mereka yang sesungguhnya jika kebenaran yang sederhana ini disadari,
yakni pendeta berada di tengah-tengah mereka untuk melayani gereja,
bukannya gereja melayani pendeta. Agar benar-benar mengerti kebenaran
ini, kita harus menemukan kembali ajaran Alkitab mengenai gereja
sebagai umat Allah, dan khususnya kebenaran-kebenaran ini -- yakni
bahwa dalam hal kedudukan dan hak umat Allah oleh panggilan-Nya
dipersatukan dan tidak dapat dibedakan, dan bahwa mempersembahkan
ibadah serta bersaksi kepada dunia merupakan hak yang tidak dapat
dicabut serta tugas dari jemaat yang satu ini, yakni keseluruhan
gereja, pendeta bersama-sama kaum awam.

Catatan Kaki:
[1] Misalnya, Kejadian 22:17,18.
[2] Misalnya, Roma 1:7, 1 Korintus 1:2, lihat juga Kisah Para Rasul
15:14, Titus 2:14.
[3] Lesslie Newbigin, The Household of God, hal. 31,25 --
"eskhatologis," berasal dari kata "eskhatos" (akhir) atau
"eskhaton" (selesai), merujuk kepada akhir zaman dan hal-hal yang
terakhir, penyempurnaan yang terjadi di luar sejarah.
[4] Tidak ada padanan bahasa Indonesia yang tepat untuk kata-kata
gabungan tersebut. Buku "Satu Umat" menerjemahkan "fellow citizens"
- kawan sewarga; "fellow heirs" - ahli-ahli waris; "fellow members"
- anggota-anggota; dan "fellow partakers", peserta-peserta.
[5] Misalnya, 1 Yohanes 2:29-3:3, 3:9,10, Roma 8:14-17, Galatia 4:4-7.
[6] Misalnya, Kisah Para Rasul 20:28, 1 Petrus 5:1-4.
[7] Misalnya, Kisah Para Rasul 20:25, 1 Korintus 4:1, 1 Tesalonika 2:7.

----------------------------------------------------------------------
Diambil dan disunting dari:
Judul asli artikel: Perkumpulan Kristen (Ekklesia)
Judul buku: Satu Umat
Judul asli buku: One People
Penulis: John Stott
Penerjemah: Lena Suryana Himtoro
Penerbit: SAAT, Malang 1992
Halaman: 8--22 dan 140--141

Categories: , ,

Saturday, October 2, 2010

Memandang Ke Atas dan Besemangat, Memandang Ke Bawah dan Bersyukur

Ini merupakan sikap yang umum, kita mungkin juga sering mempraktekannya. Saat kita memandang segala sesuatu yang berada di atas kita secara level apapun, misalnya nilai, kesuksesan, materi dan lain-lain (bahkan mungkin hal2 rohani) kita akan menjadi semakin bersemangat dalam mengejar cita-cita kita, supaya mungkin bisa segera menyusul mereka yang di atas kita dan juga saat kita melihat orang-orang yang berada di level bawah kita, kebanyakan kita akan bersyukur karena tidak mengalaminya, bersyukur karena berkat dan penyertaan yang kita peroleh, bersyukur karena kemampuan kita dan lain-lain.

Ini merupakan teorema umum yang telah sangat banyak digunakan, mungkin sudah mendarah daging di diri kita, menguasai pola piker kita. Coba kita lihat kebalikannya, memandang ke atas dan bersyukur, memandang ke bawah dan bersemangat. Bisakah kita merubah pola pikir kita kesana?

Memandang ke atas dan bersyukur. Bersyukur atas apa? Atas keadaan kita saat ini, mensyukuri apa yang kita punyai, mensyukuri apa saja yang bisa kita nikmati. Terlihat seperti orang yang tidak mau berkembang ya? Tapi saya pribadi selalu berusaha menggunakan pola pikir ini sebagai reaksi pertama saat melihat sesuatu, bukan kemudian tidak bersemangat tetapi lebih mendahulukan ucapan syukur di atasnya karena saya sering kali lupa bahwa saya juga telah memperoleh beberapa hal yang istimewa bagi saya, meskipun mungkin tidak bagi orang lain secara umum dan bila direnungkan memang hal itulah yang pantas bagi saya, itu bagian terbaik bagi saya dan saya sudah seharusnya dan sepantasnya bersyukur atas hal itu. Memandang target dan strategi sebagai konsep pribadi, mengembangkannya dan memperoleh capaian sesuai yang dikehendaki-Nya. Setiap orang punya fungsinya masing-masing, mudah untuk bersyukur bila menjadi bagian yang "mulia" (mungkin), bila kita jadi bagian yang "kurang mulia" dan memandang orang yang bagiannya lebih "mulia" dari kita, sudah sepantasnya reaksi pertama kita bersyukur atas bagian kita dan menerimanya. (modified concept from javanesse culture "nrimo pandum").

Memandang ke bawah dan bersemangat. Bersemangat untuk apa? Bersemangat melakukan bagian kita lebih lagi, dengan melihat orang-oragn yang mendapat bagian di bawah kita, kita jadi harus lebih bersemangat untuk melakukan segala sesuatu karena berarti kita diberi bagian, kepercayaan dan talenta yang lebih dari orang-orang di bawah kita. Bersemangat sebagai rekasi pertama sangat membantu bagi saya untuk tidak bersantai karena memiliki kelebihan, tetapi memacu untuk maju dan terus berjuang.

Sekedar pola pikir, sangat tidak nyata sampai dilakukan.

Categories: , , , , , ,

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑