Sunday, October 3, 2010

"EKKLESIA" -- GEREJA

                
(Oleh: John Stott)

Pertanyaan yang harus kita ajukan sebelum kita mulai ialah: Apakah
gereja itu sebenarnya?

Gereja adalah jemaat, suatu perhimpunan orang yang memperlihatkan
eksistensi, solidaritas, yang berbeda dari perhimpunan-perhimpunan
lain untuk satu hal, yakni "panggilan Allah".

Semua itu dimulai dari Abraham, yang dipanggil Allah untuk
meninggalkan negerinya sendiri dan keluarganya. Allah berjanji kepada
Abraham bahwa ia akan diberikan negeri dan kaum keluarganya akan
menjadi suatu bangsa yang besar, dan melaluinya segala bangsa di muka
bumi ini akan diberkati. Berulang kali perjanjian anugerah ini
ditegaskan kepada Abraham, yakni melalui keturunannya semua bangsa di
bumi akan diberkati.[1] Janji ini selanjutnya ditegaskan kepada Ishak,
dan kepada Yakub. Tetapi Yakub meninggal di dalam tawanan. Demikian
juga anaknya yang terkenal, Yusuf.

Memang, di akhir kitab Kejadian dijelaskan bahwa sesudah Yusuf
meninggal dunia, mayatnya dibalsam dan "ditaruh dalam peti mati di
Mesir." (Kejadian 50:26) Namun langkah-langkah pertama menuju
penggenapan janji Allah baru terjadi ketika Ia, melalui Musa, dari
keturunan Lewi bin Yakub, menyelamatkan bangsa itu dari perbudakan.
"Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil
anak-Ku itu." (Hosea 11:1) Tiga bulan sesudah keluar mereka memasuki
padang gurun Sinai, dan Tuhan memerintahkan Musa untuk mengatakan
kepada bangsa itu:

"Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang
Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap
rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu
sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada
perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri
dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh
bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan iman dan bangsa yang
kudus." (Keluaran 19:4-6)

Maka perjanjian disahkan, hukum diberikan, kemah suci didirikan, dan
ibadah dimulai. Kemudian tanah perjanjian ditaklukkan, dan setelah itu
pemerintahan diteguhkan. Tetapi semuanya itu berakhir dengan
malapetaka. Umat Allah melanggar perjanjian-Nya, menolak hukum-Nya,
dan meremehkan nabi-nabi-Nya, sehingga tidak ada pertolongan bagi
mereka. Penghukuman Allah ditimpakan atas mereka, dan penawanan kedua
(ke Babel) dimulai.

Namun Allah tidak membiarkan umat-Nya. Pada waktunya, sesuai dengan
janji-Nya, Ia akan memberkati mereka. Ia memanggil mereka keluar dari
Babel -- sebagaimana Ia telah memanggil mereka keluar dari Mesir --
serta mengembalikan mereka ke tanah air mereka sendiri. Seperti yang
dikatakan Allah melalui Yeremia:

"Sebab itu, demikianlah firman Tuhan, sesungguhnya waktunya akan
datang, bahwa tidak dikatakan orang lagi: Demi Tuhan yang hidup
yang menuntun orang Israel keluar dari tanah Mesir!, melainkan:
Demi Tuhan yang hidup yang menuntun orang Israel keluar dari
tanah utara dan dari segala negeri kemana Ia telah
mencerai-beraikan mereka! Sebab Aku akan membawa mereka pulang
ke tanahyang telah Kuberikan kepada nenek moyang mereka."
(Yeremia 16:14-15)

Tetapi Allah juga telah menjanjikan bahwa melalui umat-Nya Ia akan
memberkati semua bangsa di dunia; dan ini digenapi melalui Kristus.
Sebab panggilan Allah -- mula-mula kepada keluarga Abraham dari Ur dan
dari Haran untuk memasuki tanah Kanaan, kemudian terhadap keturunan
Yakub dari Mesir, dan setelah itu terhadap sisa-sisa suku Yehuda dari
Babel -- semuanya memberikan bayangan akan suatu panggilan yang lebih
baik, penebusan yang lebih besar, dan warisan yang lebih berlimpah.
Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, Allah bermaksud memanggil
keluar dari dunia ini suatu umat pilihan bagi diri-Nya sendiri,
menebus mereka dari dosa, dan membuat mereka mewarisi janji-janji
keselamatan-Nya.

Maka gereja adalah umat Allah, "ekklesia"-Nya, yang dipanggil keluar
dari dunia ini untuk menjadi milik-Nya, dan eksis sebagai entitas yang
sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilan-
Nya. Perjanjian Baru sangat menuntut serta menekankan hal ini. Allah
telah memanggil kita "kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus
Kristus, Tuhan kita," memanggil kita "menjadi milik Kristus". (1
Korintus 1:9, Roma 1:6) Panggilan ilahi ini adalah suatu "panggilan
kudus". (2 Timotius 1:9, 1 Tesalonika 4:7) Allah memanggil kita untuk
hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus, dan "supaya hidup
[kita] sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan
panggilan itu" (1 Petrus 1:15,16; Efesus 4:1), sehingga dengan kuasa
penyucian dari Roh Kudus kita boleh berubah di dalam karakter dan
tingkah laku sesuai dengan status kita, yakni sebagai "orang-orang
kudus", yang berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah.[2]

Namun, panggilan itu tidak dimaksudkan agar gereja menarik diri keluar
dari dunia kepada kehidupan pietisme. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Uskup Lesslie Newbigin, "Gereja ... adalah sekelompok musafir
yang sedang dalam perjalanan menuju akhir dari dunia dan waktu." Dan
pula, gereja merupakan khafilah umat Allah. Mereka sedang bergerak --
bergegas menuju akhir dari dunia ini dan memohon agar semua orang
didamaikan dengan Allah, dan bersegera menuju akhir waktu untuk
menjumpai Tuhannya yang akan mengumpulkan semua orang menjadi satu.

Itulah sebabnya, lebih lanjut Newbigin mengemukakan, "Gereja tidak
mungkin dimengerti secara tepat kecuali di dalam suatu sudut pandang
misioner dan eskatologis sekaligus."[3] Oleh karena itu, penulis-
penulis Perjanjian Baru mengemukakan, Allah yang telah memanggil kita
keluar dari dunia ini telah mengutus kita kembali ke dalam dunia:

"Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil
kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib."
(1 Petrus 2:9)

Dia juga telah memanggil kita sebagaimana Kristus telah menderita
karena perlakuan yang tidak adil di dunia ini, dan melalui
penderitaan-Nya Dia telah memanggil kita "kepada kemuliaan-Nya yang
kekal dalam Kristus." (1 Petrus 2:20,21; 5:10)

Demikianlah gereja, umat Allah, yang dipanggil keluar dari dunia bagi
Dia sendiri, dipanggil untuk suatu misi, dipanggil untuk menderita,
dan dipanggil melalui penderitaan kepada kemuliaan.

Gereja Allah adalah Gereja yang Esa

Panggilan terhadap gereja ini juga merupakan panggilan terhadap
seluruh gereja dan setiap anggota dari gereja, tanpa suatu perbedaan
atau pembagian apa pun. Sebelumnya, panggilan Allah hanya ditujukan
kepada Abraham dan keturunannya, yang secara jasmaniah adalah bangsa
Israel, sedangkan bangsa-bangsa non-Yahudi "tidak termasuk kewargaan
Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang
dijanjikan." (Efesus 2:12) Namun sekarang janji kepada Abraham itu
telah menjangkau dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain juga. Maka
Paulus menuliskan kepada jemaat di Efesus:

"Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu `jauh`,
sudah menjadi `dekat` oleh darah Kristus. Karena Dialah damai
sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang
telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan
matinya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan
segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya
menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu
mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di
dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan
perseteruan pada salib itu." (Efesus 2:13-16)

Kita tidak boleh menghilangkan penjelasan Rasul Paulus mengenai
peniadaan dan penciptaan ini. Allah telah meniadakan (menghapuskan)
aspek dari hukum Taurat itu yang telah membuat Israel menjadi bangsa
yang terpisah, dan Dia menciptakan "seorang manusia baru."

Umat manusia yang baru ini, yakni gereja, merupakan perkumpulan yang
mengagumkan dan meliputi banyak hal. Kristus telah meniadakan lebih
dari sekadar penghalang-penghalang kesukuan dan kebangsaan; Dia telah
menghapuskan juga penghalang-penghalang kelas dan gender: "... tidak
ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang
merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah
satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28) Hari-hari diskriminasi
telah berlalu. Umat Kristus yang baru telah diciptakan di dalam gereja
tanpa memedulikan perbedaan suku bangsa, tingkatan, ataupun jenis
kelamin. Ini tidak berarti bahwa persamaan di dalam kekristenan itu
sinonim dengan anarki -- sebab Paulus juga mengimbau para istri agar
taat terhadap suaminya dan budak-budak tunduk terhadap tuannya, tetapi
lebih berarti bahwa segala hak istimewa dan berkat rohani di hadapan
Allah telah dikeluarkan:

"Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani.
Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya
bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa
yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan." (Roma 10:12,13)

Sebagai akibatnya, semua orang Kristen yang percaya, baik Yahudi
maupun non-Yahudi, laki-laki atau perempuan, budak atau orang merdeka,
orang Yunani yang terpelajar atau orang barbar yang tidak beradab
adalah "kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota
keluarga Allah", dan juga "ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh
dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus karena
berita Injil." (Kolose 3:11, Efesus 2:19, 3:6) Di dalam ayat-ayat ini
Paulus memakai empat kata majemuk dari bahasa Yunani yang kemudian
diterjemahkan menjadi "para kawan sewarga" ("sumpolitai"), "para ahli
waris" ("sugkleronoma"), "para anggota" ("sussoma"), dan "para
pengambil bagian" ("summetocha")[4] untuk menegaskan dengan sejelas
mungkin mengenai partisipasi umum yang tidak boleh dibeda-bedakan dari
seluruh umat Allah dalam segala berkat yang terdapat di dalam Injil.
Paulus juga mengajarkan kebenaran yang sama dalam daftar kesatuan yang
dibuatnya:

"Hanya ada satu tubuh dan satu Roh, sebagaimana kamu telah
dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam
panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan
Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di
dalam semua." (Efesus 4:4-6)

Tetapi apakah kaitan atau hubungan antara hal ini dengan buku mengenai
kaum awam? Mengapa saya berpikir bahwa penting sekali bagi kita untuk
mempertegas kembali mengenai peniadaan hak istimewa dan penciptaan
satu umat yang baru dengan persamaan hak ini? Masalah sebenarnya dalam
sistem yang membedakan antara pendeta dengan kaum awam nampaknya hanya
sebagai usaha menentang dasar kesamaan dan kesatuan umat Allah. Hal
yang senantiasa dilakukan sistem ini, yakni memusatkan kekuasaan dan
hak istimewa di tangan pendeta, telah menyembunyikan, bahkan
membinasakan hakikat kesatuan umat Allah.

Kedua pihak yang telah disatukan oleh Kristus dipisahkan menjadi dua
lagi oleh pemikiran sistem ini, yang satu lebih tinggi dan yang
lainnya lebih rendah, yang satu aktif dan yang lainnya pasif, yang
satu benar-benar penting karena sangat diperlukan bagi kehidupan
gereja, yang lainnya tidak terlalu diperlukan sehingga tidak terlalu
penting. Saya tidak ragu-ragu mengatakan bahwa menafsirkan gereja
dipandang dari segi pembedaan kasta yang memberikan hak istimewa
kepada golongan pendeta, atau struktur yang bersifat hierarki, berarti
menghancurkan doktrin Perjanjian Baru mengenai gereja.

Tetapi kita memunyai kebebasan menafsirkan gereja dipandang dari sudut
pandang seorang pendeta, dan mudah sekali bagi orang-orang yang
berpikiran demikian tergelincir ke dalam pola pemikiran di atas. Untuk
memaparkan hal ini, kita akan meninjau kembali beberapa penggambaran
penting berdasarkan Alkitab mengenai gereja. Kita tidak dapat
melakukan pemeriksaan secara lengkap dan mendalam, tetapi pemeriksaan
kita akan cukup untuk membuktikan hal ini: setiap gambaran Alkitab
mengenai gereja memberikan iluminasi mengenai hubungan antara umat
Allah dengan Allah sendiri di dalam Kristus dan/atau dengan sesamanya.
Hanya sedikit perhatian diarahkan kepada golongan pendeta sebagai
pihak ketiga yang berbeda dari yang lainnya. Dengan kata lain, dalam
pemaparan sifat dan tugas gereja, kebanyakan pokok pikiran Perjanjian
Baru bukanlah mengenai kedudukan pendeta, juga bukan tentang hubungan
antara pendeta dan kaum awam, melainkan mengenai keseluruhan umat
Allah dalam hubungan mereka dengan Dia dan antara satu dengan yang
lain; umat yang khusus yang telah dipanggil oleh anugerah-Nya untuk
menjadi ahli waris-Nya serta duta-Nya di dunia.

Kiasan-Kiasan tentang Gereja

Tiga di antara gambaran yang paling indah mengenai gereja dalam
Perjanjian Baru diambil dari Perjanjian Lama. Ketiganya melukiskan
umat Allah sebagai pengantin wanita-Nya, kebun anggur-Nya, dan kawanan
domba-Nya. Semuanya menyoroti hubungan langsung yang telah diteguhkan
Allah dengan umat-Nya dan yang telah mereka nikmati bersama-Nya.

Allah telah memandang Israel sejak masa mudanya, mempertunangkan dia
dengan diri-Nya sendiri sebagai pengantin perempuan-Nya, untuk
selanjutnya memasuki perjanjian nikah dengan-Nya. (Yehezkiel 16,
Yeremia 2:2, 31:32, Yesaya 62:5) Tetapi kemudian Allah mengeluh
tentang ketidaksetiaan Israel, dan tindakan-tindakan persundalan serta
perzinahannya (Hosea 2).

Allah telah mengambil sebatang pohon anggur dari Mesir dan menanamnya
di Kanaan, sebuah "lereng bukit yang subur." Di sana pohon itu berakar
dan bertumbuh memenuhi negeri itu. Ia mendirikan sebuah menara jaga di
tengah-tengahnya untuk mengawasinya dan sebuah tempat memeras anggur
untuk mempersiapkan panen anggur. Ia mengharapkan kebun anggur-Nya itu
menghasilkan buah anggur yang baik tetapi yang dihasilkannya ialah
buah-buah anggur yang asam. Maka Allah membiarkan kebun anggur-Nya
diinjak-injak dan ditelantarkan. Allah menantikan Israel berbuah
keadilan, tetapi yang dihasilkannya adalah buah kelaliman; Dia
mengharapkan kebenaran, namun yang ada hanya keonaran (Mazmur 80:9-20,
Yesaya 5:1-7).

Allah adalah Gembala Israel. Dia menggiring Yusuf bagaikan kawanan
domba. Sebagaimana Dia telah membebaskan mereka dari perbudakan di
Mesir, "mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala",
demikian juga sesudah penawanan di Babel Dia akan menghimpun domba-
domba-Nya dalam tangan-Nya, anak-anak domba dipangku-Nya dan induk-
induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati (Mazmur 80:2, Yesaya 63:9,
40:11).

Setiap gambaran di atas menekankan tindakan langsung dari kehendak
Allah terhadap umat-Nya sebagai satu bangsa, pemerintahan yang berasal
dari-Nya; Ia berinisiatif menyelamatkan mereka. Allah memilih Israel
sebagai pengantin wanita-Nya, Ia menanam dan merawat kebun anggur-Nya,
dan Ia menggembalakan kawanan domba-Nya. Dan ketika Yesus dengan
berani menerapkan kembali kiasan atau gambaran-gambaran ini untuk
diri-Nya, Dia bahkan lebih kuat menekankan hubungan pribadi yang
dimaksudkan oleh masing-masing kiasan itu.

Yesus adalah mempelai laki-laki, dan karena Ia hadir bersama-sama para
tamu maka mereka tidak pantas untuk berpuasa (Markus 2:18-20). Paulus
mengembangkan kiasan ini lebih rinci dengan penjelasan mengenai kasih
dan pengurbanan Kristus bagi gereja. Kepemimpinan-Nya atas gereja
serta tujuan akhir dari gereja ialah supaya gereja ditempatkan di
hadapan-Nya "dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang
serupa." (Efesus 5:27; 5:22-33) Pada akhir kitab Wahyu pertama-tama
kita membaca bahwa "hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan
pengantin-Nya telah siap sedia" dan "kota yang kudus, Yerusalem yang
baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin
perempuan yang berdandan untuk suaminya."(Wahyu 19:7, 21:2)

Yesus mengambil gambaran mengenai kebun anggur di dalam perumpamaan-
Nya mengenai penggarap-penggarap kebun yang jahat (Markus 12:1-12),
namun Dia juga melanjutkan hal itu, sebab Dia menegaskan bahwa Dia
sendirilah pokok anggur yang benar, carang-carangnya bergantung
kepada-Nya untuk dapat berbuah baik dengan tetap tinggal di dalam Dia
dan juga dengan dibersihkan oleh tukang-tukang kebun (Yohanes 15:1-8).

Yesus menyebut diri-Nya sendiri "Gembala Yang Baik" yang mencari serta
menyelamatkan domba yang hilang -- sekalipun hanya seekor domba-Nya
yang hilang, yang mempertaruhkan nyawa-Nya demi domba-domba-Nya, dan
yang memimpin mereka ke padang rumput yang segar serta melindungi
mereka dari ancaman serigala (Lukas 15:3-7, Yohanes 10).

Empat kiasan lainnya mengenai gereja yang terdapat di dalam Alkitab
intinya juga mengiluminasikan hubungan yang telah diteguhkan Allah
dengan umat-Nya, sekalipun semuanya itu juga menuntut pengertian lebih
lanjut.

Pertama, umat Allah adalah suatu kerajaan, tempat Allah menjalankan

peraturan-peraturan-Nya; "wilayah kekuasaan-Nya" (Mazmur 114:2).
Pemerintahan teokrasi Israel yang sesungguhnya, yang telah ditolak
ketika bangsa itu menuntut seorang raja seperti yang dimiliki oleh
bangsa-bangsa kafir, telah dipulihkan dan dirohanikan melalui Kristus.
Dalam menyelamatkan kita, Allah "telah melepaskan kita dari kuasa
kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan Anak-Nya yang
kekasih" (Kolose 1:13) dan Kristus menjalankan pemerintahan-Nya di
antara umat-Nya melalui Roh-Nya, "sebab Kerajaan Allah bukanlah soal
makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan
sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17)

Selanjutnya, umat Allah adalah rumah tangga atau keluarga-Nya. Apa
yang samar-samar terbayang di dalam Perjanjian Lama, yaitu ketika
Israel disebut anak Allah (Hosea 11:1), secara lengkap dipaparkan di
dalam Perjanjian Baru. Di dalam Kristus, Allah melahirkan kita
kembali, menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya, mengadopsi kita ke
dalam keluarga-Nya, serta mengirim Roh-Nya ke dalam hati kita sehingga
kita boleh memanggil Dia "Abba, Bapa."[5] Banyak hal dalam kehidupan
Kristen ditentukan -- seperti yang diajarkan Yesus -- oleh hubungan
yang intim dan terbuka seperti gambaran Allah dengan anak ini. Kita
tidak perlu lagi merasa khawatir memikirkan segala kebutuhan hidup
kita sehari-hari, karena Bapa surgawi kita mengetahui segala yang kita
perlukan. Kita cukup menyesuaikan diri dengan-Nya, dengan kerajaan-Nya
dan kebenaran-Nya, menyerahkan diri kita dan kehidupan kita sehari-
hari kepada-Nya, memercayai Dia yang memelihara kita, serta percaya
bahwa segala yang kita perlukan akan Ia berikan (Matius 6:7-13, 25-34,
7:7-11).

Ketiga, umat Allah adalah suatu bangunan "yang tidak dibuat oleh
tangan manusia", suatu bangunan yang dirancang oleh Allah sendiri,
bait Allah rohani yang dibangun kembali, dengan Yesus sebagai satu-
satunya dasar -- seperti yang dipersaksikan oleh para rasul dan para
nabi -- dan Roh Kudus di tempat mahasuci (1 Korintus 3:11, 16, Efesus
2:20-22).

Keempat, umat Allah adalah tubuh Kristus, gambaran yang paling
menonjol di dalam surat-surat Paulus dan satu-satunya yang tidak
memunyai padanan dengan Perjanjian Lama, dengan Kristus sebagai Kepala
yang mengatur dan memberi makan seluruh tubuh-Nya dan Roh Kudus
sebagai nafas yang memberi inspirasi kepada [gereja] (Efesus
4:4,15,16, Kolose 2:19).

Tetapi masing-masing dari keempat gambaran ini lebih dari sekadar
memberikan iluminasi mengenai hubungan antara Allah dengan umat-Nya.
Masing-masing menggambarkan juga hubungan-hubungan timbal balik serta
tugas dan tanggung jawab yang dimiliki umat Allah. Kita adalah kawan
sewarga dari kerajaan Allah, saudara-saudara di dalam keluarga, batu-
batu hidup untuk pembangunan rumah yang rohani, dan lebih dari
semuanya itu, anggota-anggota tubuh Kristus, yang bukan hanya menerima
hidup dan perintah dari Kepala, tetapi kita sendiri berperan aktif dan
saling bergantung satu dengan yang lainnya, dan oleh karenanya kita
tidak boleh saling merendahkan atau iri terhadap yang lain (1 Korintus
12:14-26).

Banyak Kiasan -- Satu Berita

Semua kekayaan kiasan ini menunjukkan maksud yang sama. Dalam setiap
gambaran itu penekanannya adalah pada inisiatif Allah yang sangat
ramah. Dia sebagai Suami, [Pemilik Kebun], Gembala, Raja, Bapa,
Pembuat Bangunan, dan [Kepala]. Umat-Nya sebagai sekelompok orang yang
ditebus, baik sebagai pengantin-Nya, kawanan domba-Nya, keluarga-Nya,
tubuh-Nya, dan lain-lain. Hubungan satu dengan yang lain sebagai
carang-carang pada Pokok Anggur yang sama, domba-domba dalam kawanan
yang sama, anak-anak di dalam keluarga yang sama, anggota-anggota
tubuh yang sama. Tidak ada satu pun kiasan, baik yang menunjang maupun
yang menentang, membicarakan mengenai pendeta. [Subjek tentang
pendeta] sama sekali bukan yang dimaksud oleh Alkitab mengenai gereja.

Tepat sekali Paulus menyamakan dirinya dengan sahabat mempelai laki-
laki pada pesta perkawinan, seperti yang juga diungkapkan Yohanes
Pembaptis sebelumnya (2 Korintus 11:2, Yohanes 3:29). Dia juga
membicarakan mengenai pelayanan mengajar yang dilakukannya bersama
Apolos di Korintus dengan gambaran orang yang menanam dan menyiram
benih di ladang Tuhan dan orang yang meletakkan dasar serta membangun
rumah Tuhan (1 Korintus 3:5-15). Sama halnya, pelayan-pelayan gereja
juga digambarkan sebagai gembala-gembala pengawas yang dipercayakan
memelihara kawanan domba[6] sebagai hulubalang-hulubalang kerajaan,
sebagai pelayan-pelayan rumah tangga, dan sering kali juga digambarkan
sebagai pengasuh-pengasuh di dalam keluarga[7]. Di samping itu juga,
meskipun setiap orang Kristen di gereja sebagai anggota tubuh Kristus
memunyai peranannya masing-masing, namun beberapa organ nampak
memunyai peranan yang lebih penting daripada yang lainnya, misalnya,
kepala lebih penting dari kaki dan mata lebih penting dari tangan (1
Korintus 12:21), meskipun masing-masing saling membutuhkan dan tidak
dapat melepaskan diri.

Meskipun demikian, setiap uraian menunjukkan suatu tambahan pada
kiasan itu. Kiasan atau gambaran itu sendiri sudah lengkap tanpa
tambahan-tambahan tersebut, dan lebih jelas lagi dikatakan, tidak
bergantung pada hal-hal tambahan itu. Semuanya memunyai bagian masing-
masing untuk dilakukan, tetapi hanya sebagai bagian yang bersifat
tambahan, dan boleh ditambahkan, bagian yang dapat digantikan. Seorang
sahabat pengantin laki-laki memang memunyai peranan yang sangat
penting pada pesta perkawinan, tetapi tanpa dia pun pengantin pria dan
wanita dapat tetap melangsungkan pernikahan mereka. Pelayan-pelayan
dan perawat-perawat sangat berperan penting dalam suatu rumah tangga,
tetapi seorang ayah tidak akan membiarkan anak-anaknya mati hanya
karena tidak ada mereka. Tidak. Kebenaran-kebenaran yang paling
penting yang digarisbawahi oleh kiasan-kiasan mengenai gereja ini
ialah sikap Allah yang ramah terhadap umat-Nya dan tugas-tugas mereka
yang bertanggung jawab terhadap Dia dan terhadap yang lainnya.

Kesatuan hakiki gereja, yang dimulai di dalam panggilan Allah dan
digambarkan di dalam kiasan-kiasan Alkitab, memimpin kita sampai pada
kesimpulan ini: Segala tanggung jawab yang dipercayakan Allah kepada
gereja-Nya telah dipercayakan-Nya kepada seluruh Gereja-Nya. Siapakah
mereka yang dimaksudkan? "Kamu yang dahulu bukan umat Allah," Petrus
menulis, "tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya." Dan dia menjelaskan
lebih lanjut, umat Allah adalah imamat kudus, [yang diciptakan] untuk
mempersembahkan kepada-Nya persembahan-persembahan yang rohani dan
yang berkenan kepada-Nya berupa puji-pujian dan doa, dan juga suatu
umat yang misioner, [yang diciptakan] untuk memberitahukan kepada
orang-orang lain perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah mereka,
Allah yang telah memanggil mereka kepada terang-Nya yang ajaib dan
yang telah menaruh belas kasihan atas mereka (1 Petrus 2:5,9,10).
Singkatnya, umat Allah memiliki tujuan untuk menjadi persekutuan
orang-orang yang beribadah kepada Dia serta menyaksikan kemuliaan dan
kebesaran-Nya. Dan kedua tugas ini menjadi tanggung jawab segenap
gereja sebagai Gereja-Nya. Pendeta tidak dapat memonopolinya, demikian
juga kaum awam atau jemaat tidak boleh melarikan diri dari tanggung
jawab ini. Baik pendeta maupun anggota jemaat tidak dapat melimpahkan
tanggung jawab ini kepada orang lain; tidak mungkin ibadah dan
kesaksian diwakili oleh orang lain.

Mempertahankan hal ini adalah suatu koreksi yang sehat terhadap sistem
yang terlalu melebih-lebihkan pendeta, yang sudah terlalu sering dan
cukup lama menempatkan kaum awam dan menyingkirkan mereka ke posisi
yang lebih rendah dan nonaktif. Hal ini tentu saja juga mengaburkan
gambaran mengenai gereja. Sudah barang tentu, Allah memanggil pendeta
untuk suatu tugas yang penting, namun kedudukan mereka harus selalu
tunduk kepada gereja secara keseluruhan, sebagai persekutuan yang
ditebus oleh Allah sendiri. Kaum awam hanya akan menemukan tempat
mereka yang sesungguhnya jika kebenaran yang sederhana ini disadari,
yakni pendeta berada di tengah-tengah mereka untuk melayani gereja,
bukannya gereja melayani pendeta. Agar benar-benar mengerti kebenaran
ini, kita harus menemukan kembali ajaran Alkitab mengenai gereja
sebagai umat Allah, dan khususnya kebenaran-kebenaran ini -- yakni
bahwa dalam hal kedudukan dan hak umat Allah oleh panggilan-Nya
dipersatukan dan tidak dapat dibedakan, dan bahwa mempersembahkan
ibadah serta bersaksi kepada dunia merupakan hak yang tidak dapat
dicabut serta tugas dari jemaat yang satu ini, yakni keseluruhan
gereja, pendeta bersama-sama kaum awam.

Catatan Kaki:
[1] Misalnya, Kejadian 22:17,18.
[2] Misalnya, Roma 1:7, 1 Korintus 1:2, lihat juga Kisah Para Rasul
15:14, Titus 2:14.
[3] Lesslie Newbigin, The Household of God, hal. 31,25 --
"eskhatologis," berasal dari kata "eskhatos" (akhir) atau
"eskhaton" (selesai), merujuk kepada akhir zaman dan hal-hal yang
terakhir, penyempurnaan yang terjadi di luar sejarah.
[4] Tidak ada padanan bahasa Indonesia yang tepat untuk kata-kata
gabungan tersebut. Buku "Satu Umat" menerjemahkan "fellow citizens"
- kawan sewarga; "fellow heirs" - ahli-ahli waris; "fellow members"
- anggota-anggota; dan "fellow partakers", peserta-peserta.
[5] Misalnya, 1 Yohanes 2:29-3:3, 3:9,10, Roma 8:14-17, Galatia 4:4-7.
[6] Misalnya, Kisah Para Rasul 20:28, 1 Petrus 5:1-4.
[7] Misalnya, Kisah Para Rasul 20:25, 1 Korintus 4:1, 1 Tesalonika 2:7.

----------------------------------------------------------------------
Diambil dan disunting dari:
Judul asli artikel: Perkumpulan Kristen (Ekklesia)
Judul buku: Satu Umat
Judul asli buku: One People
Penulis: John Stott
Penerjemah: Lena Suryana Himtoro
Penerbit: SAAT, Malang 1992
Halaman: 8--22 dan 140--141

Categories: , ,

0 komentar:

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑