Sunday, May 31, 2009

Pentakosta

'Hari Pentakosta' yang oleh kalangan tertentu disebut 'Pantekosta' dalam bahasa Yunaninya berasal dari kata 'Pente' yang artinya lima yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai 'penta' (jadi mestinya bukan 'pante'). Dari kata 'pente' (5) itu berkembang kata 'pentekonta' (50), 'pentakosioi' (500), dan 'pentakis-chilioi' (5000). Dari kata 'pentekonta' berkembanglah kata 'pentekoste' yang dalam PL menunjuk pada perayaan agama Yahudi pada hari ke-50 sesudah hari pertama Paskah, hari ke-50 itu menandakan selesainya menuai jelai yang dihitung mulai dari sejak pertama kalinya menyabit gandum (Ul.16:9-10), dan pada waktu imam mengunjukkan berkas tuaian buah pertama itu 'pada hari sesudah sabat itu' (Im.23:11).

Dalam PB, di kalangan Kristen, pada hari perayaan 'Pentakosta' Yahudi, ketika para Rasul berkumpul diYerusalem terjadilah peristiwa yang dikenang sebagai hari turunnya Roh Kudus yang memenuhi pada Rasul yang disertai dengan mujizat bahwa mereka berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain (Kis.2:1-13) yang oleh rasul Petrus disebutkan sebagai penggenapan 'pencurahan Roh Tuhan' yang dinubuatkan oleh nabi Yoel (2:28-32). Hari Pentakosta Kristen dikenang sebagai awal terbentuknya gereja Kristen dimana Roh Kudus memenuhi umatnya dengan kuasa kesaksian dan sejak itu berkembanglah kesaksian para rasul ke mana-mana melahirkan jemaat-jemaat Kristen.

Dalam Alkitab PL+PB sedikitnya ada 6 kali dimana dicatat peristiwa yang mirip dengan hari Pentakosta. Kita dapat melihat kesamaan itu, yaitu: (1) ketika Tuhan mengutus pelayanan tua-tua pertama untuk membantu Musa, mereka kepenuhan seperti nabi (Bil.11:24-30); (2) ketika terjadi pengutusan pelayanan nabi-nabi yang pertama di bawah Samuel dan raja pertama (Saul), terjadilah kepenuhan seperti nabi juga (1Sam.10:10;19:20); (3) ketika generasi pelayanan para rasul diutus melayani orang Yahudi terjadilah peristiwa Pentakosta (Kis.2:1-11); (4) ketika Injil Roh Kudus diberitakan memasuki generasi Samaria yang selama ini dianggap non-Yahudi, terjadilah gejala penerimaan Roh Kudus serupa; (5) ketika lingkaran pelayanan melebar ke kalangan orang asing (Kornelius) yang selama ini tidak disentuh oleh orang Yahudi, terjadilah peristiwa yang mirip hari Pentakosta (Kis.10:44-47); dan ketika lingkaran konsentris pelayanan meluas ke kalangan murid Yohanes Pembaptis yang baru mengenal baptisan air saja, maka terjadilah mujizat bahasa dan nubuatan (Kis.19:1-7).

Dari 6 contoh serupa di atas kita dapat melihat bahwa 'baptisan Roh' lebih menunjukkan peristiwa 'pembaptisan pengutusan' disertai 'pencurahan Roh Kudus' yang diiringi karunia berbahasa roh dan nubuat. Ketika lingkaran konsentris pelayanan meluas terjadilah upacara pembaptisan pengutusan serupa seperti dalam pengutusan (1) tua-tua pertama, (2) nabi-nabi dan raja pertama, (3) pelayanan para rasul ke orang Yahudi, (4) pelayanan kepada orang Samaria, (5) pelayanan kepada orang asing, dan (6) pelayanan kepada murid-murid Yohanes.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa ketika pelayanan Injil memasuki suatu generasi tertentu terjadi pula peristiwa yang sama yang beberapa kali tercatat dalam sejarah gereja seperti yang terjadi di Timor maupun Nias waktu Injil mulai masuk ke sana, namun itu adalah peristiwa yang khusus dan tidak selalu terjadi, apalagi kalau dianggap sebagai tanda orang yang mulai percaya.

Namun harus diakui bahwa pelayanan membutuhkan baptisan Roh Kudus agar pelayanan itu disertai kuasa kesaksian, namun mengenai bagaimana gejala yang timbul sebagai akibat pencurahan Roh itu, itu adalah hak Allah untuk menentukan. Sekalipun rasul Paulus yang dipanggil sesudah hari Pentakosta bisa berkarunia lidah, ia tidak mengkaitkannya dengan pertobatannya maupun pengutusannya sebagai rasul, bahkan ia mengatakan bahwa orang yang berbahasa roh dan tidak dimengeti orang lain itu sia-sia (1Kor.14:6-9), dan bagi rasul Paulus lebih berguna berkata-kata dengan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar daripada beribu-ribu kata dalam bahasa roh (1Kor.14:18-19), malah lebih lagi dikatakan bahwa kalau ada orang luar melihat seseorang berbahasa roh tanpa mengerti bukankah akan dikira gila? (1Kor.14:23). Bila berbahasa roh (glosolalia) sama dengan baptisan Roh tentu rasul Paulus tidak
akan mengatakan demikian.

Umat Kristen sangat membutuhkan pencurahan roh Kudus dalam pelayanan kesaksian Injilnya, dan dalam hal ini sumbangan gerakan Pentakosta dan Karismatik besar sekali dalam arti mengingatkan orang Kristen agar membuka diri kepada karya Roh Kudus, namun sekalipun demikian, kita perlu sadar agar tidak mempersempit karya Roh Kudus hanya dengan gejala-gejala tertentu saja seperti 'bahasa roh' (glosolalia) agar kita tidak lari kepada dua ekstrim, yaitu:

Pertama, 'menganggap bahwa orang yang berbahasa lidah pasti telah dibaptiskan Roh Kudus,' padahal banyak yang berbahasa lidah belum tentu sudah beriman benar. Di kalangan agama Hindu dan kebatianan jawa misalnya, berbahasa roh bisa juga dialami para pengikut. Bahasa lidah adalah 'karunia' atau hadiah yang diberikan kepada seseorang sesuai kehendak Tuhan
(1Kor.12:12-31) jadi tidak diberikan kepada semua orang dan juga tidak bisa dipelajari.

Kedua, 'menganggap bahwa mereka yang tidak berbahasa lidah sebagai tidak beriman' bahkan ada yang menganggap 'belum diselamatkan' padahal banyak umat percaya yang tidak bisa berbahasa lidah namun diperkenan Tuhan dengan heran (ingat penjahat yang disalib bersama Yesus).

"kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke
ujung bumi." (Kis.1:8)

Selamat Pentakosta ^_^

GBU

Bibliography : http://www.geocities.com/suzuka_gi3/artikel.html,

Type rest of the post here

Categories: , ,

0 komentar:

Copyright © Johannes Dwi Cahyo | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑